Namaku Wiro, 27 tahun, kulit sawo matang. Aku bekerja di sebuah toko serba ada di wilayah Lenteng Agung. Selain aku, di toko tersebut masih ada 4 pekerja lagi. Tiga di antaranya perempuan, Ana 19 tahun, Lina 24 tahun, dan Tina 18 tahun. Dan seorang lagi laki-laki, Agung 19 tahun. Aku yang tertua di antara mereka. Karena itu mereka semua memanggilku Mas. Tina baru masuk kerja sekitar sebulan yang lalu. Dia orang Sunda. Kulitnya putih bersih dan wajahnya sangat manis khas Sunda. Sejak pertama kali masuk aku memang mengagumi kecantikannya. Tina tubuhnya mungil, tingginya sekitar 155-an cm tapi ramping. Beratnya aku taksir 40-an kg. Toko ini menjadi ceria sejak Tina kerja di sini, karena Tina orangnya ramai. Aku memanggilnya gadis kecil. Hampir setiap hari aku menggodanya. Dan setiap aku goda dia selalu tersenyum. Tentu itu sangat memuaskan ego laki-lakiku. Jika sedang membantu mengangkatkan barang aku sering ambil kesempatan memegang tangannya dan dia tidak menolak. Pernah karena terlalu lama aku pegang tangannya sampai dia terdiam dan menatapku. Kami bertatapan. Tina mulai terlihat pura-pura marah. Akhirnya aku lepaskan. Aku juga sering mengajak Tina main ke kosku sehabis pulang kerja. Jika di kos kami suka gobrol berlama-lama sambil bercanda. Pernah saking jauhnya bercanda, habis aku keluar dari kamar mandi, aku sekap matanya dari belakang. Dia minta dilepaskan. Akhirnya aku lepaskan. Tapi aku tidak benar-benar melepaskan, karena tanganku pindah memeluk tubuhnya dari belakang pas di bagian perutnya. Tina berontak minta dilepaskan. Aku lepaskan lagi. Tapi kemudian tanganku pindah ke atas sehingga menggenggam payudaranya.
“Ih kamu nakal”. Dia berusaha melepaskan tanganku.
Tapi aku tidak mau melepaskan. Malah aku remas-remas payudaranya. Lama-lama justru tangan Tina melelepaskan tanganku dan tidak berusahan menolak tanganku lagi. Tina mendesis. Tangannya malah meraih kepalaku di belakang kepalannya. Dan wajahnya berusaha menoleh ke belakang. Pas ketika wajahnya ada di depan wajahku aku langsung mengecup dan mengulum bibirnya. Tubuh Tina gemetar. Aku baringkan tubuh Tina yang sudah lemas ke kasur. Aku tindih, aku gesek-gesek selangkangannya dengan selangkanganku. Aku gesek-gesek dadanya dengan dadaku. Sambil bibirku terus melumat bibirnya. Kami bergulingan di kasur sampai kurang lebih 5 menit, bergumul, bergulat, saling tindih, dan saling merengkuh. Setelah itu aku melepaskan pelukanku. Rambut dan pakaian Tina acak-acakan. Aku duduk. Aku tarik tangan Tina agar bangkit. Setelah aku lumat lagi bibirnya, Tina pamitan pulang. Pas ketika dia mau membuka pintu aku panggil namanya, “Tina...” Dia menoleh. Ketika menoleh dia kaget karena aku telah ada di belakangnya. Dan aku langsung mengulum bibirnya lagi. Sambil setengah kaget dia membalasnya.
“Emhhhh.... udah-udah, nanti Tina gak jadi pulang.”
Begitulah hari-hariku dengan Tina. Aku sering memeluk dan menciumnya jika sedang sendirian. Baik di kos, di toko, di jalan, atau di tempat-tempat lain. Aku tidak tahu apakah teman-teman yang lain mengetahui ini semua atau tidak. Tapi kami tidak pernah melakukannya di depan mereka. Dan setahuku belum pernah kepergok.
Ketika malam minggu aku mengajak Tina jalan-jalan. Kami nonton film. Sepanjang film aku selalu meremas tangannya sambil sesekali mencium pipinya. Kami pulang sekitar jam 10 malam dan langsung ke kosku. Aku bilang ke Tina nanti aku antar ke kosnya pakai motor. Sampai di kos, setelah cuci muka, kami duduk-duduk sambil nonton TV. Tina duduk di sampingku. Aku peluk dia dari samping. Aku gesek-gesekkan pipiku ke pipinya. Mungkin masih terpengaruh film yang banyak adegan romantisnya tadi aku agak horny. Aku geser dudukku sehingga membelakangi dia. Aku peluk dari belakang. Aku remas-remas susunya. Tina meringis sambil menyandarkan tubuhnya ke dadaku. Aku tarik kaosnya. Aku tarik juga BH-nya. Tina tidak menolak. Akhirnya dengan bebas aku bisa meremas-remas susunya secara langsung. Susu Tina halus sekali, kenyal, dan anget. Tina membalikkan badan dan menarik kaosku. Akhirnya kami bertelanjang dada. Aku pandangi sebentar dua susunya dengan dua puting warna cokelat yang mulai mengeras itu. Lalu aku hisap putingnya dalam posisi masih duduk. Aku permainkan di antara gigi-gigiku. Tina mencengkeram kepalaku. Kepalanya menengadah. Aku berdiri sambil menarik tangannya sehingga dia ikut berdiri. Aku ajak dia berdiri di depan cermin yang besar sehingga memperlihatkan dengan jelas seluruh tubuhku dan tubuh Tina. Dia tersenyum melihatnya. Lalu aku berusaha melepaskan celananya. Dia balas melepas celana jinsku. Kembali kami melihat ke cermin. Aku dan Tina hanya pakai celana dalam. Mata Tina tertuju pada celana dalamku.
“Wow, kok?” suara Tina tertahan sambil menelah ludah.
“Hehe... iya. CD-nya ngak muat”. Sambil senyum-senyum aku memegang kepala penisku yang menyembul dari CD karena tidak muat.
Sebentar kemudian aku meraih CD Tina. Aku tarik hingga lepas. Memek Tina indah sekali. Bulu-bulunya tipis, saking tipisnya seperti agak gundul. Gundukan memek Tina tengahnya lancip. Seperti lereng gunung yang curam dan ditumbuhi savana yang sangat tipis. Tina tidak mau kalah. Dia meraih CD-ku. Dia kaget karena begitu CD-nya ditarik, penisku yang sejak tadi sudah sangat tegang ikut ketarik dan langsung memantul mengenai mukanya. Aku hanya senyum-senyum melihatnya. Sambil meletakkan CD ke lantai, mata Tina masih tertuju pada penisku yang cokelat kehitam-hitaman dan kepalanya memerah agak kebiru-biruan, panjang, besar, berurat, dan mengacung ke atas dengan gagahnya. Besarnya sama dengan lengan Tina.
“Mas, besar sekali?”
“Kamu pernah melihat penis sebelumnya?”
“Iya punya Bapak. Tapi tidak sebesar itu.”
“Santai saja. Kamu akan menikmatinya.”
Tina menurut. Aku kembali menuntun kepalanya agar menatap ke cermin. Aku peluk tubuh telanjang Tina dari belakang. Sementara penisku mengganjal di punggungnya. Indah sekali pemandangan di cermin. Tina benar-benar cantik bila telanjang, kulitnya halus mulus, mengkilat. Tubuhnya yang ramping dan mungil tertelan dalam tubuhku di belakangnya. Sangat kontras warna kulitku yang cokelat dengan kulitnya yang kuning berkilau terkena sinar lampu. Susunya yang sekal dengan puting warna cokelat yang mengacung sengaja tidak aku pegang agar aku bisa melihatnya dengan sempurna di dalam cermin. Tanganku mengelus-elus perutnya yang rata. Tina kemudian mengangkat tangannya dan meraih kepalaku di belakang kepalanya. Keteknya yang putih bersih tidak berbulu terpampang dengan sempurna. Dalam posisi itu Tina benar-benar sexy. Dadaku berdegup. Aku benar-benar ingin menikmati dan melumat seluruh tubuhnya malam ini. Perlahan tanganku naik meremas susunya. Dan bibirku melumat bibirnya. Tubuh Tina meliuk-liuk. Sesekali aku melihat ke cermin. Kami seperti dua ular yang saling merengkuh dengan kedua tanganku yang kekar meremas, memelintir, dan menguyek-uyek susu Tina yang putih dan kenyal. Masih dalam posisi berdiri di depan cermin, aku gosokkan tanganku ke selangkangannya. Tina membuka kedua kakinya, melegakan tangan kananku, tepatnya jari tengahku untuk menggosok dan menyibak gundukan memeknya. Ternyata memek Tina sudah basah.
Setelah puas melihat liukan tubuh mungil-mulus Tina dalam pelukan dan remasan-remasanku, aku rebahkan dia ke kasur. Aku langsung menindihnya dan menghisap putingnya. Aku sedot-sedor dengan halus, disertai dengan kejutan-kejutan yang berirama. Tina makin menggelinjang dan menjambak rambutku. “Hhmmmmm..............” desisnya. Kurang lebih 5 menit aku menghisap putingnya. Kemudian aku turunkan kecupan bibirku pada perutnya yang rata. Lidahku berputar-putar pada pusarnya. Aku gigit-gigit kecil. Sementara dua tanganku masih tidak mau melepaskan susunya. Tangan-tanganku yang kekar terus menguyek-uyek susunya.
Kini mulutku telah sampai ke memeknya. Aku buka labia mayoranya dengan dua ibu jariku. Aku lihat ke dalam. Masih terlihat jelas selaput daranya. Aku jilat-jilat dalamnya. Tak lama kemudian aku hisap memek Tina dengan rakus. Aku sedot-sedot, seperti orang makan kepiting (Kalau anda pernah makan kepiting pasti tahu. Menyedot daging kepiting dari cangkangnya). Tina semakin menggelinjang kelojotan. Desisannya telah berubah menjadi jeritan-jeritan kecil. “Acchhhhhhhh............. Shhhh..........”, suara Tina yang sendu, memelas, dan membangkitkan gairah. Aku terus “memakan” memeknya dengan rakus. Memek perawan memang nikmat rasanya. Bibirku bergerak ke atas mencari klitorisnya. Ketika aku temukan aku tarik dengan bibirku. Aku emut-emut seperti anak kecil mengemut permen kecil. Sesekali aku gigit halus dan aku tarik. Jeritan Tina makin menjadi. Tidak lebih dari 5 menit itu terjadi sebelum akhirnya aku merasakan ada perubahan pada memek Tina. Aku merasakan ada kedutan yang mengejut-ngejut. Dan benar, beberapa detik kemudian Tina mengejang-ngejang dan menjerit.
“Achhhh..................shhh..............”
Aku langsung mendekap tubuh Tina yang masih mengejang. Aku peluk kuat-kuat. Aku tekan penisku yang melintang di atas memeknya, menyibak labia mayoranya. Aku putar-putar pantatku sambil menekan sekuat tenaga untuk memberikan kenikmatan tambahan. Waktu orgasmye cewek lebih merasakan kenikmatan kalau ditekan lebih besar daripada digesek. Sampai akhirnya dia melemas dan memejamkan mata. Aku ciumi pipinya. Sampai beberapa menit lamanya kami terdiam. Sementara penisku masih mengganjal di memeknya, membelah labia mayora sampai ke pusarnya. Penisku berkedut-kedut. Aku rasakan ada aliran basah sampai ke kantong testisku.
Perlahan Tina membuka matanya. Bibirnya yang merah menyunggingkan senyum.
“Mas Wiro luar biasa.”
“Belum Tina, itu baru permulaan. Akan ada yang lebih lagi.”
“Iya”, kembali dia memejamkan matanya, pasrah.
Aku membalik tubuh Tina agar menindihku. Dia mengerti. Lalu dia duduk dan menciumi bibirku, leherku. Dia menciumi hampir seluruh permukaan dada dan perutku. Dia menyedot-nyedot putingku. Oh nikmat sekali rasanya. Sementara Tina sengaja menggesek-gesek selangkangannya di atas penisku sehingga memberikan sensasi yang luar biasa. Sampai akhirnya tangan kanan Tina meraih penis itu. Penisku yang cokelat dan berurat itu digenggamnya, kontras dengan warna kulit tangannya yang kuning langsat. Kelihatannya dia sangat mengagumi itu. Dia menciumnya, menjilatinya. Sepertinya dia ragu untuk mengulumnya. Tidak apa-apa aku tidak akan memaksanya untuk mengemutnya. Mungkin dia juga belum terbiasa. Lama sekali Tina memain-mainkan penisku dengan lidah, bibir, dan tangannya. Sampai akhirnya dia kembali menindih tubuhku dan menciumi bibirku.
Aku balik tubuhnya. Aku kulum bibirnya. Aku remas-remas susunya. Tina mulai terangsang lagi. Kembali aku menghisap pentilnya, pusarnya, dan akhirnya memeknya. Dan sekali lagi gadis yang masih perawan ini menggelinjang dan mendisis-desis. Aku pikir ini saat yang tepat. Aku kangkangkan pahanya. Dia mengerti. Kedua tangannya menuntun penisku ke arah memeknya. Kepala penisku menempel di pintu masuk memeknya. Wow, ekstrim sekali. Kelihatannya penisku kebesaran untuk ukuran memek Tina yang mungil. Aku gosok-gosokan kepala penisku ke dua labianya, ke itilnya. Aku masukkan itil Tina ke lubang kecil di kepala penisku. Hehe... masuk juga ternyata. Sementara Tina mendisis-desis kenikmatan.
Pelan-pelan aku menekan kepala penisku. Bukannya masuk, memek Tina malah ikut terdorong. Aku tambah tenaganya, ternyata meleset. Kembali aku gosok-gosok memek Tina dengan kepala penisku, aku dorong lagi, meleset lagi. Itu sampai 6 kali. Akhirnya kembali aku hisap-hisap memeknya pakai mulutku. Kembali Tina mendesis. Aku mulai dari awal lagi, aku basahi kepala penisku dengan cairan memek Tina dan ditambah ludahku. Aku gosok-gosokkan kepalanya, kemudian aku tambah tenaga, meleset lagi. Aku gosok-gosok lagi, aku dorong lagi, akhirnya (yg ke tujuh) kepalanya masuk. Oh seret sekali rasanya. Sementara Tina masih mendesis-desis. Dia belum merasakan sakit. Aku tambah ludah lagi ke memeknya biar lebih licin. Aku tekan lagi pelan-pelan, mili demi mili, centi demi centi. Tiba-tiba tangan Tina menahan pahaku.
“Sakit Mas. Pelan-pelan.”
“Iya sayang aku pelan sekali. Tahan sedikit ya. Nanti kalau sudah masuk akan enak.”
Aku pindahkan tangannya yang menahan pahaku. Masih dalam posisi kepala penisku menekan lubang memeknya aku raih susunya dengan kedua tanganku aku remas-remas. Aku plintir-plintir putingnya. Setelah itu aku tekan lagi penisku. Kembali Tina menjerit dan meringis kesakitan. Kemudian aku tarik lagi penisku untuk memberikan waktu penyesuaian pada memeknya. Setelah itu aku dorong lagi. Kali ini lebih keras. Sambil aku terus meremas susunya, aku tekan pantatku agak kuat. Dan...
“Krekkk.......” terasa penisku menerobos sesuatu.
“Awww.......... Shhh.......... Sakit Maaaas.........” Suara Tina menjerit. Tapi melemas di bagian akhirnya. Kedua matanya mengeluarkan air. Tina menangis. Aku rebahkan tubuhku di tubuhnya. Aku peluk dia kuat-kuat. Aku ciumi pipinya. Aku jilat air matanya yang mengalir di pipinya. Aku juga menggesek-gesek dadaku untuk memberikan rangsangan pada putingnya. Sementara aku membiarkan penisku yang baru masuk separuh di dalam memeknya. Kurang lebih 3 menit itu berlangsung. Sampai akhirnya Tina merasa tenang. Dengan lembut aku tatap wajahnya, aku belai rambutnya, dan aku kecup matanya.
“Tina, aku lanjutkan ya. Pelan sekali sayang...”
Bibir Tina mulai menyunggingkan senyum kembali, walaupun matanya masih berkaca-kaca. Aku kulum lagi bibirnya yang masih tersenyum. Sambil dalam posisi memeluk tubuhnya dan melumat bibirnya, aku mulai menarik penisku pelan, dan mendorongnya lagi. Aku tarik lagi. Aku dorong lagi. Senti demi senti penisku mulai masuk makin dalam. Aku terus menggenjot pelan dan halus. Beberapa saat kemudian Tina mulai mendesis lagi pertanda mulai menikmati. Sekarang aku coba untuk menancapkan lebih dalam lagi. Aku coba untuk duduk agar bisa melihat lebih jelas penisku yang menancap itu. Aku tarik penisku sampai tinggal kepalanya saja yang tertinggal. Dan dengan mantap dan pelan aku mendorongnya masuk sedalam-dalamnya. Ow... nikmat sekali, sempit dan peret. Akhirnya aku bisa melihat dengan jelas seluruh penisku yang besar, panjang, dan berotor itu masuk secara sempurna ke dalam memek Tina. Tina melenguh memejamkan mata. Dia benar-benar menikmati sensasi rupanya. Memek itu terlihat sangat penuh dan membengkak karena kepenuhan memuat seluruh batang penisku. Aku biarkan sejenak penisku merasakan hangatnya seluruh rongga dalam tubuh Tina. Kemudian dengan pelan aku tarik lagi penisku. Sruuuutt... tubuh Tina seolah ikut tertarik. Ketika hampir semuanya keluar kembali aku sodok pelan hingga masuk secara sempurna lagi. Begitu seterusnya. Penisku memompa memek Tina dengan pelan dan mantap. Tubuhnya turun naik mengikuti irama penisku. Dan setiap aku tusuk, bagian dari memeknya ikut masuk ke dalam. Begitu juga ketika aku tarik, bagian dari kulit dalam memeknya yang berwarna merah ikut ketarik. Aku melakukannya dengan sangat teratur dan pelan. Tina mulai mendesis-desis. Pandangan mataku tidak pernah lepas dari tubuh Tina yang mulus, dengan susu yang putih berguncang, wajah meringis dan kelihatan cantik sekali. Sementara penisku yang besar dan berotor menusuk amblas dalam memeknya yang merah, mengembang dan mengempot dengan dagingnya yang halus, licin tapi sangat peret. Hampir 10 menit aku bertahan dengan irama yang teratur dan pelan. Aku tidak mau menggunakan gaya yang macam-macam, belum saatnya.
Tubuh Tina menggeliat-geliat, matanya merem melek menahan sensasi. Susunya terguncang pelan dengan puting yang mencuat ke atas. Kepalanya terkulai ke kanan dan ke kiri. Sementara tangannya kadang memegang pantaku. Terkadang membelai-belai dan mencengkeram dadaku. Terkadang meremas-remas kasur menahan nikmat. Mulutnya terus mendesis seperti ular.
‘Ohh......... shhhhh.................., terus Mass..........”
“Iya sayang. Memek kamu enak bangettt.........”
“Iya........ shhhh.............”
Aku terus menggenjotnya. Penisku makin lancar masuk kedalam memeknya, amblas secara sempurna. Penisku sampai mengkilat, merah dan agak kebiru-biruan. Penis yang perkasa itu menyeruduk, menerobos lubang memek perawan Tina yang ranum, merah dan sempit. Makin lama rasanya semakin nikmat. Aku merasa pantatku bergerak sendiri secara mekanis. Kenikmatan telah mengambil alih kesadaranku dan dengan sendirinya menggerakkan dan memompakan penis yang perkasa itu ke dalam memek Tina. Aku seperti mesin, pantatku bergerak sendiri. Aku hanya menikmati dan menikmati. Tubuhku mulai meneteskan keringat dan jatuh membasahi kulit putih mulusnya Tina yang terus menggeliat dan merintihkan kenikmatan.
Setelah kurang lebih 15 menit aku merebahkan diri ke atas tubuh Tina. Aku peluk tubuhnya kuat-kuat. Aku dorong penisku hingga menancap dalam sekali. Tubuh Tina ikut terdorong ke atas. Aku terus menggenjot pantatku dengan irama yang tidak berubah. Tubuhku yang cokelat dengan tangan-tangan yang kekar seperti ular yang melilit tubuh Tina yang putih mulus, menggelutinya, menggumulinya dengan rakus dan buas. Tubuh Tina yang mungil itu seolah ditelan dalam tubuhku. Susunya terjepit di dadaku. Putingnya yang dari tadi mencuat kini mengkeret terjepit dan menggelitik di dadaku. Sementara pantatku tanpa henti menggenjot, memasukkan penis yang besar dan berurat kedalam memek Tina sedalam-dalamnya, menyodok-nyodok seluruh ruang dan permukaan kulitnya.
Aku mulai menambah variasi tusukanku. Sesekali ketika seluruh penisku ada dalam memek Tina, aku memutar-mutar pantatku, seperti mengebor, sambil menekannya dengan kuat. Sehingga penisku yang ada di dalam memeknya menggilas-gilas dan mengeruk-ngeruk permukaan kulit memeknya dari semua arah. Wow........ nikmatnya luar biasa. Tubuh Tina sampai menggelinjang dan melutnya menjerit. Sementara jari-jari Tina mencakar-cakar punggungku. Aku terus mengulanginya dengan irama yang teratur. Aku tusuk dalam-dalam, kemudian aku putar, tarik lagi, tusuk biasa lagi. Begitu seterusnya. Irama itu membuat kenikmatan yang luar biasa. Tubuh kami yang sudah basah dengan keringat terus bergumul, saling lilit, saling rengkuh, seolah ingin mendapatkan kenikmatan sebanyak-banyaknya. Dua puluh menit berlalu dan kami terus bergumul tanpa istirahat sedetikpun. Penisku yang seperti tongkat perkasa dan berurat dengan setia menusuk-nusuk, mengobok-obok memek Tina tanpa ampun, benar-benar tanpa jeda.
“Maaaaas.................... aku mau keluaaaarrrrr..........” jerit Tina terputus-putus.
“Tahan sayang. Kita keluar bersama-sama....”
Aku merasa tubuh Tina mengejang. Memeknya berkedut-kedut. Kepala penisku merasakan kedutan itu. Sementara ujung kenikmatanku juga sudah mulai sampai. Aku tusukkan dalam-dalam penisku sekuat tenaga sampai mentok rasanya. Kemudian aku putar-putar sehingga kepala penisku menggaruk-garuk isi memek Tina. Wow......nikmatnya luar biasa. Tubuhku menegang. Putaran pantatku berganti-ganti ke diri dan ke kanan, seperti gilingan.
“Ohhhh.............Achhh.....................” Tina menjerit sejadinya.
Tangannya mencengkeram punggungku. Tubuhnya mengejang-ngejang dan kelojotan. Sementara penisku yang panjang, besar, dan perkasa berputar-putar menggaruk-garuk isi memeknya. Aku tekan dan putar terus.
“Aghhrrrrrrrrrrr...............” aku mengerang seperti harimau lapar. Aku tekan penisku sekuat tenaga menancap dalam memek Tina dan menyemprotkan air mani yang banyak sekali.
Tubuhku dan tubuh Tina sama-sama mengejang, menggelinjang-gelinjang, melepaskan kenikmatan yang luar biasa. Kedutan demi kedutan terus menyerang memek Tina sehingga mencengkeram penisku yang terus menancap dan menekan dengan kuat. Hampir dua menit kami merasakan orgasme yang luar biasa itu. Sampai akhirnya tubuh kami terhempas di atas kasur. Kami terdiam, lunglai, lemas, dengan mandi keringat.
Lima menit berlalu kami masih terkulai. Aku masih menindih dan memeluk tubuh Tina. Penisku juga masih menancap dalam memeknya, menikmati sisa-sisa sensasi tadi. Aku gesek-gesekkan pipiku ke pipinya. Aku angkat wajahku. Tina mulai membuka mata. Matanya berkaca-kaca. Kembali aku kecup matanya. Aku belai pipinya. Aku seka beberapa helai rambutnya yang melekat di keningnya yang basah oleh keringat.
“Tina, menikahlah denganku”.
Tina hanya tersenyum, tapi matanya masih berkaca-kaca. Kami terus berciuman sambil sesekali berbicara dengan nada yang sangat lembut. Tapi Tina belum menjawab ajakanku.
Setelah setengah jam berpelukan dan beristirahat, kami terangsang kembali, sehingga untuk yang kedua kalinya kami bersetubuh, bergulat, merengkuh kenikmatan yang luar biasa. Malam itu aku menyetubuhi Tina tiga kali. Aku bisa mengantarkannya orgasme lima kali, enam kali dengan orgasme waktu foreplay.
Paginya kami bangun terlambat. Karena kasihan, aku menyarankan Tina untuk tidak masuk kerja. Aku antarkan dia ke kosnya, dan aku bilang ke teman-teman di toko kalau Tina tidak enak badan.
Sejak saat itu aku rutin bercinta dengan Tina. Makin lama Tina makin ahli. Kami melakukannya di hampir semua tempat. Pernah malam-malam ketika semua orang pulang dari toko aku bercinta dengan Tina di kursi dan meja kasir. Tapi semua pintu sudah aku kunci dari dalam. Saking hotnya, tangan Tina sampai menyenggol keramik vas bunga dan jatuh. Untuk menutup kecurigaan orang-orang malam itu juga aku cari kucing tetangga, terus aku kasih makanan di dalam toko, setelah itu aku kunci pintunya. Hehe, berhasil, semua orang mengira kucing itu yang menjatuhkan vas.
Hampir dua bulan berlalu. Tapi setiap kali aku ajak Tina untuk berbicara serius tentang hubungan kami dia mengalihkan pembicaraan pada yang lain. Aku bukan hanya menikmati hubungan badan dengan Tina tapi lebih dari itu, mungkin aku mulai mencintainya. Karena itu setiap bersetubuh aku selalu mengeluarkan spermaku di dalam. Selain itu sangat nikmat, kalaupun hamil, aku akan menikahi Tina.
Sampai suatu hari (hari Minggu) Tina mengajakku lari pagi ke hutan UI di depok. Di jalan setapak dalam hutan itu, sambil duduk santai, Tina mengatakan bahwa dia sebenarnya telah dijodohkan oleh orang tuanya. Aku sangat terkejut dan benar-benar tidak mengira. Tina menangis dalam pelukanku sambil minta maaf karena telah memberi peluang kepadaku. Karena itu dia tidak pernah mau menjawab ajakanku untuk menikah.
“Aku akan datang ke orang tuamu. Dan apapun persyaratannya, akan aku penuhi asal aku bisa menikahimu”. Aku berusaha meyakinkan Tina.
Tina tetap diam dan memelukku. Aku belai rambutnya, aku ciumi rambutnya. Ini ternyata jawaban mengapa Tina selalu menghindar kalau aku ajak bicara serius. Akhirnya kami pulang dengan pikiran tidak jelas. Aku tidak mau memaksa Tina untuk menyetujui ideku. Sampai di kos, dengan nada yang halus aku kembali membuka pembicaraan. Aku berharap bisa menambah semangatnya.
“Tina, aku akan lakukan apa pun agar orang tuamu setuju kita menikah. Kita tidak akan lari. Kita akan hadapi mereka.”
Akhirnya Tina mau berbicara.
“Mas Wiro, aku bukan dinikahkan paksa! Aku dijodohkan karena aku menyetujuinya. Itu sudah 3 tahun yang lalu. Aku tidak mau mengecewakan orang tuaku, dan Mas Hardi”.
“Jadi..........” aku agak gugup.
“Aku mencintai Mas Hardi, calon suamiku”.
Aku lepaskan pelukanku. Aku tatap matanya lekat-lekat.
“Aku mencintai Mas Hardi. Tapi sejak ketemu kamu, aku juga menyukaimu. Aku tidak bohong, please..... mengertilah”.
Aku tidak bisa berbicara. Aku diam. Aku mengalihkan pandangaku ke segala arah. Nafasku turun naik. Tiba-tiba Tina menubrukku, menciumiku, dan menggumuli aku di kasur. Dia duduk di perutku sambil kedua tangannya memegang tanganku.
“Mas Wiro, aku mencintai kamu. Karena itu aku rela menyerahkan keperawananku. Tapi aku tidak bisa menikah denganmu. Karena aku tidak mau mengecewakan calon suamiku. Aku juga mencintainya.”
Aku tidak bisa berpikir. Dan aku memang benar-benar tidak punya kesempatan lagi untuk berpikir. Karena beberapa detik setelah menyelesaikan kalimatnya, Tina memelukku, mencium dan melumat bibirku. Dia tanggalkan seluruh bajunya dan bajuku. Tina seperti singa lapar. Dia memperkosaku!
Hari-hari berikutnya berlalu dengan hampa. Aku lebih sering menyendiri, merenung dan mencari-cari logika yang pas yang dengan itu aku bisa menerima jalan pikiran Tina. Sampai akhirnya aku putuskan untuk berpikir sederhana, sesederhana pikiran Tina. Nikmatilah cinta, walau sesaat, sebelum dia pergi.
Aku menyesal telah melewatkan beberapa hari ini tanpa Tina. Aku langsung bergegas menuju kosnya. Aku ajak Tina pergi ke puncak, karena waktunya tinggal 3 hari lagi sebelum dia harus pulang ke Bandung. Tina setuju. Aku minta cuti ke bosku dan bilang mau mengantarkan Tina ke tempat saudaranya di Sukabumi, setelah itu langsung ke Bandung.
Aku ambil seluruh uang tabunganku. Kami menginap di sebuah vila yang agak jauh dari jalan di Cipanas. Siang itu aku ajak Tina berjalan-jalan di kebun teh, main kejar-kejaran seperti film-film India. Malamnya kami istirahat, dan tentu saja, bercinta. Aku rebahkan tubuh putih mulus Tina di kasur dengan posisi telentang dan kaki lurus merapat. Aku jilati seluruh permukaan kulitnya, senti demi senti, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku nikmati seluruh permukaan kulitnya seperti anak kecil yang menjilati permen yang sangat besar. Untuk menambah sensasi aku lumurkan madu yang telah aku siapkan (satu botol besar) sebelumnya di seluruh permukaan kulitnya. Hal yang sama juga dilakukan Tina pada seluruh tubuhku. Hampir satu jam itu berlangsung. Tubuh kami mengkilat, basah oleh madu bercampur air liur.
Kemudian kami bergumul. Nikmat sekali rasanya, karena tubuh kami sama-sama licin ditambah bau harum madu. Tak henti-hentinya aku mengusap punggung dan pantat Tina karena nikmat, sambil terus menggumulinya, melumat bibirnya. Aku selalu menambahkan madu pada puting susu Tina, karena tempat itu paling sering aku sedot. Puas bergumul aku membalikkan tubuh Tina. Aku suruh nungging. Aku gosok-gosokkan kepala penisku ke mulut memek Tina yang mancung. Aku gesek-gesek kepalanya searah belahan labianya. Kemudian, dengan pelan aku dorong.
“Uhhhh...............” Tina melenguh, merasakan senti demi senti kepala penisku yang menyeruak menyusuri kulit memeknya, merenggangkan otot-otot dalam vaginanya secara bergilir dan meninggalkan guratan yang sangat nikmat per milimeter pada dinding-dinding itu.
Akupun mendesis menahan nikmat. Tusukan pertama selalu memberi kenikmatan pembuka yang luar biasa. Perbandingannya kurang lebih sama dengan orang yang minum es waktu haus. Tegukan pertama memberikan kenikmatan yang akan selalu diingat sampai seluruh minuman itu habis.
Selanjutnya aku menusukkan penisku yang besar dan berurat itu secara teratur mendorong dan menancap di tengah memek Tina dengan sangat indahnya. Memek Tina seperti gunung yang kawahnya ditancap dengan paku raksasa, didorong dan ditarik dengan teratur, dikocok-kocok, sampai air kawahnya keluar merembes, membasahi seluruh permukaan gunung. Penisku sampai mengkilat dan biru dibasahi oleh cairan memek Tina.
Seperti biasa, aku kocok terus memek Tina tanpa jeda dengan irama yang nyaris tidak berubah. Tak ada yang terlintas dalam pikiranku keculali rangsangan-rangsangan yang menggelitik di seluruh permukaan batang penisku. Rangsangan-rangsangan itu makin lama makin menguasai otakku sampai akhirnya menggerakkah seluruh tubuhku secara mekanis. Seolah kesadaranku tidak berfungsi. Rangsangan itu secara langsung menggerakkan pantatku, menancapkan penis besarnya, menusuk-nusukkannya tanpa henti, tanpa sedikitpun memberikan kesempatan pada kesadaranku untuk ambil bagian. Setiap tusukanku selalu direspon oleh rintihan Tina yang menggetarkan kelakianku. Rintihan-rintihannya menyelimuti seluruh ruangan. Aku lihat di kaca tubuh putih mulus Tina berguncang-guncang, susunya bergelayutan menggapai-gapai, didorong oleh penisku yang menancap mantap di memeknya. Sesekali tubuhku yang besar dan cokelat memeluknya dengan kuat, menelan tubuh mungilnya, dan menusukkan penis yang perkasa, mengirimkan hunjaman kenikmatan yang luar biasa sampai ke dasar memeknya. Sampai 17 menit itu berlangsung sampai kakiku pegal.
Kemudian aku tarik tubuh Tina dengan berpegang pada susunya. Aku berbaring, Tina duduk di atas penisku yang masih menancap. Kemudian dia mulai menggoyang-goyangkan pantatnya sambil sesekali memutarnya. Penisku beputar dalam rahimnya. Wow, luar biasa rasanya. Dengan gerakan seperti itu penisku benar-benar mengaduk-aduk seluruh isi rahimnya, mengurat seluruh permukaannya. Tina sampai menggelinjang dan memejamkan mata manikmati guratan-guratan itu. Sesekali Tina merendahkan dadanya, sehingga mencapai mulutku. Sementara penisku mengobok-obok memeknya aku lumat putingnya dengan mulutku, aku hisap-hisap.
“Acchhhhhhhh........................”, Tina melenguh dan menjerit. Dia menghempaskan tubuhnya ke dadaku. Aku remas-remas susunya sambil aku tusuk memeknya dengan penisku melanjutkan irama goyangan Tina yang sampat terhenti. Aku ambil alih kendali. Aku balik tubuh Tina. Aku kangkangkan dia. Memeknya yang merah dan basah menggunduk, sangat menantang. Aku segera mengarahkan kepala penisku, dan dengan mantap aku menancapkannya secara sempurna.
“Ughhhh.................................”, kembali Tina melenguh, merasakan seluruh batang penisku yang amblas ke dalam memeknya.
Aku segera memompanya dengan kuat dan dalam. Setiap pompaan selalu aku dorong dengan tenaga sehingga penisku menancap dengan sempurna. Selangkangan Tina sampai bertumpu pada selangkanganku. Penisku benar-benar menancap dalam, dan mentok. Kantong pelirku mengganjal ke anusnya. Rintihan dam desahan Tina semakin keras, mengimbangi hentakan-hentakan pantatku yang juga semakin cepat dan bertenaga. Kepala Tina bergoyang ke kanan dan ke kiri, sementara wajahnya meringis mengapresiasikan kenikmatan yang luar biasa di dalam memeknya. Aku terus memompa, menggenjot, dengan kuat dan cepat. Tubuh kami sudah basah oleh keringat bercampur madu.
Sesekali aku memeluk tubuh Tina, merengkuhnya. Sementara pantatku terus mengenjot dan menusukkan penis yang besar ke dasar vaginanya. Bagiku waktu semakin tidak berarti. Aku sudah tidak ingat bagaimana posisi kami. Yang jelas kami terus bergumul dan bergumul. Mungkin yang lebih tepat aku menggumulinya dan merengkuhnya. Karena tubuhku yang besar dan cokelat itu hampir-hampir menelan seluruh tubuh Tina yang mungil dan putih mulus, membuatnya seperti cacing yang menggeliat-geliat dalam genggaman tangan yang perkasa. Dengan erangan-erangannya, aku tahu Tina merasakan kenikmatan yang luar biasa, kenikmatan tubuh mulusnya yang direngkuh kuat dan perkasa, kenikmatan vaginanya yang seret yang ditembus dan diobok-obok oleh penis yang besar, panjang, dan berurat. Kenikmatan itu menyatu dalam dirinya, menyatu dalam jiwanya, membuatnya setengah sadar setengah tidak, mengerang, menjerit, mengekspresikan kenikmatan yang meluap, dan meletup dalam dirinya. Tubuh mulus Tina seolah meledak menahan kuatnya kenikmatan itu. Tubuh putih mulus Tina menggeliat-geliat, berguncang, dan luluh oleh kenikmatan.
Waktu berjalan terus, sementara tubuh kami terus bergumul tanpa henti. Ruangan itu menjadi bergelora oleh nafsu yang terus bergolak dan memuncak dalam dua tubuh yang bergumul itu. Hampir seluruh sprei basah oleh keringat dan madu. Sampai akhirnya, dengan posisiku di atas, aku merasakan memek Tina berdenyut. Sementara penisku juga sudah merasakan aliran nikmat di ujungnya. Tina menjerit keras.
“Aaaccchhhhhhhhhhhhh.............................. .............................................” begitu keras jeritannya, melengking menelan semua suara hentakan tubuhku di tubuhnya.
Aku dorong sekuat tenaga hingga penisku menancap, menembus memek Tina. Aku ucek-ucek pantatku, menekan dan menancapkan penis itu dengan sepenuh tenaga. Denyutan-denyutan penisku membuat tenagaku berlipat. Tubuh Tina tenggelam dalam kasur karena begitu kuatnya dorongan pantatku. Denyutan demi denyutan terus melanda penisku, membuat kenikmatan yang luar biasa itu tumpah, seperti air bah, menghilangkan seluruh kesadaranku, dan merubahnya menjadi tenaga yang aku tancapkan terus ke dasar memek Tina. Aku meraung seperti harimau lapar yang sedang melumat Tubuh mulus Tina yang sedang kejang dalam orgasmenya. Raunganku seperti sahutan terhadap jeritan Tina yang melengking.
Semprotan spermaku muncrat dalam memek Tina, membasahi dan mengguyur dasar rahimnya, sementara penisku mendorongnya dengan sangat kuat, mengantarkan kenikmatan sampai ke ulu hatinya.
Ruangan seperti gelap. Aku berusaha membuka mata. Tapi tidak ada yang terlihat. Semuanya tetap gelap. Aku tidak bisa merasakan apa-apa selain kedutan di penisku yang membuat seluruh tubuhku mengejang. Sementara tubuh Tina juga mengejang, menghentak-hentak, kelojotan seperti cacing kepanasan.
Sampai akhirnya tubuh kami terhempas. Aku terus merengkuh tubuh Tina yang sudah lemas, seolah tidak rela kenikmatan itu pergi. Penisku masih menancap dan sesekali berkedut. Dua tubuh itu lunglai di atas sprei yang acak-acakan, penuh dengan keringat dan sisa-sisa madu.
Malam itu aku bercinta dengan Tina sampai tengah malam. Itupun terpaksa aku hentikan karena Tina pingsan. Sambil penisku masih menancap dalam memeknya aku tertidur. Pagi harinya kami tidak bisa bangun. Akhirnya kami istirahat total dan memanggil tukung pijit dan minum jamu. Malam kedua kami bercinta kembali, tapi tidak sedahsyat malam pertama. Malam ketiga kami bercinta habis-habisan. Aku minum viagra. Sementara Tina minum jamu tradisional. Tengah malam Tina pingsan lagi. Tapi tak lama kemudian dia sadar. Dia membangunkan aku.
“Malam ini malam terakhir. Habiskanlah aku. Rengkuhlah tubuhku sekuatmu, sepuasmu. Remukkanlah seluruh tulang-tulangku dengan nafsumu. Puaskanlah aku.....”
Tanpa menjawab aku langsung merengkuhnya. Kembali kami bergumul. Kali ini aku lebih banyak bekerja agar Tina tidak pingsan lagi. Entah berapa lama kami bergumul sampai akhirnya tiba-tiba hari telah terang. Tina duduk di sebelahku menyodorkan kopi.
“Semalam kamu pingsan. Tapi tidak apa-apa. Tadi malam adalah malam paling memuaskan dalam hidupku”, sambil berkata Tina menyuapkan roti yang dari tadi dimakannya.
Begitu kopi dan roti itu habis, aku tarik tubuh Tina. Aku tanggalkan seluruh bajunya. Kembali aku menyetubuhi gadis itu. Aku tidak mau kehilangan sedikitpun waktu. Aku menyetubuhi gadis ini dengan rakus, menggelutinya, melumat tubuhnya, mengoyak-oyak memeknya dengan penisku yang masih perkasa, dan meremukkan tulang-tulangnya. Sampai akhirnya kami terhempas entah yang keberapa kalinya.
Siangnya kami mandi bersama. Setelah itu aku mengantarnya ke Bandung. Sepanjang perjalanan Tina tertidur. Aku tidak bisa tidur. Kebiasaannku kalau capek teramat sangat. Menjelang Maghrib kami sampai di terminal. Selanjutnya Tina berangkat sendiri menumpang angkot. Dia tidak mengijinkan aku ikut agar tidak ada yang curiga. Sebelum pulang Tina bilang kalau ada waktu dia ingin bertemu kembali denganku. Tentu aku menyetujuinya. Dia berjanji jika ada kesempatan akan menelponku. Tentu, tentu aku akan datang ke Bandung dan menyetubuhinya. Dengan catatan jika suaminya sedang keluar kota.
Thursday, May 27, 2010
Wiwiek
Petualangan yang akan kuceritakan ini terjadi tidak terlalu lama berselang. Sebagai seorang karyawan sebuah perusahaan asing yang yang bergerak dibidang konsultasi teknis yang berlokasi di daerah Kelapa Gading,aku berangkat dan pulang dari kantor selalu menggunakan kendaraan umum. Aku biasanya menggunakan bis Patas AC. Aku selalu berusaha untuk memilih tempat duduk yang bersebelahan dengan seorang wanita.
Ini adalah pertimbanganku agar perjalanan yang cukup jauh dari lokasi tempat tinggalku menjadi nyaman. Karena dengan duduk bersebelahan dengan wanita, pertama-tama aku merasa aman karena akan jauh dari dari rasa was-was terhadap kemungkinan menjadi korban copet. Kedua, aroma para wanita biasanya lebih enak, dan tentu saja akan merupakan penambahan rasa aman selama diperjalanan.
Pada suatu ketika, aku duduk bersebelahan dengan seorang dara cantik.
Aku biasanya membawa majalah untuk dibaca2 agar dapat mengusir kejenuhan perjalanan. Sebab dengan jarak perjalanan yang cukup jauh, tanpa kegiatan apa - apa akan membuat suasana menjadi jenuh dan membosankan. Ketika aku sedang asyik membaca, gadis cantik disebelah aku kuperhatikan juga ikut melirik bacaan yang sedang kubaca. Aku ketahui dari ekor mataku yang meliriknya memperhatikan bacaan yang kubawa. Kemudian aku mulai berbasa-basi kepadanya.
" Ke kantor yah Mbak ? " tanyaku klise untuk memecahkan kekakuan.
" Iya.." jawab gadis itu singkat.
" Kantornya dimana ? " tanyaku lagi untuk lebih memperpanjang pembicaraan.
"Di Kemayoran"
Lalu kamipun terlibat pembicaraan mengenai hal-hal yang ringan. Sebelum aku turun, aku tak lupa meminta nomor teleponnya. Dan meminta izin apakah aku bisa meneleponnya di kantor. Singkat cerita, kamipun selalu berhubungan melalui telepon. Selanjutnya kuketahui kalo dia bernama Wiwiek.
Gadis itu mempunyai rambut yang indah serta bibir yang sensual sekali. Tingginya sekitar 165 cm. Kami terkadang janjian untuk pulang bareng, karena rute bis yang kami lalui sama. Suatu saat aku mengajaknya untuk nonton di Atrium, Senen. Sebelum film diputar, kami makan dulu di salah satu fast food resto yang ada disitu. Dari situ dia lalu bercerita tentang masalah pribadinya.
Dia bercerita bahwa dia mempunyai affair dengan atasannya yang sudah mempunyai istri di kantor. Aku bertanya kenapa tidak mencari pria yang lebih muda dan masih single. Dia menjawab bahwa dia sudah terlanjur sayang dengan pria ini. Aku bilang dia harus berusaha melepaskan diri dari pria berisitri ini. Aku punya cara, tawarku. Lalu kamipun memasuki teater 21, karena film sudah mulai diputar.
Selama film diputar, aku berusaha untuk menciumnya. Tapi dia masih berusaha bertahan. Akhirnya, aku bersabar aja. Lalu ketika film sudah usai, aku mengajaknya untuk mencari tempat ngobrol dan makan lagi, karena perutku belum kenyang dengan makanan 'fast food' tadi. Kami menuju ke Hotel Cempaka Sari, dimana disitu kuketahui juga memiliki restoran. Setelah memesan nasi makanan dan minuman. Aku menawari kepada Wiwiek untuk makan dikamar agar lebih nyaman dan bisa sambil ngobrol.
Lalu Entah apa yang terlintas di pikirannya, dia langsung mengiyakan saja ajakanku itu. Lalu aku menuju ke front office dan memesan kamar sambil mengatakan agar makanan yang kami pesan tadi langsung diantar kekamar. Sesampainya dikamar, aku menawarkan agar dia mandi dulu. Dia bilang nanti aja, setelah selesai makan. Setelah selesai makan, aku berbaring ditempat tidur. Aku menatap wajah gadis yang memang cantik ini. Lalu aku menarik tangannya untuk bersama berbaring di kasur. Lalu aku mulai memancingnya bercerita lebih jauh lagi tentang affair dirinya dengan atasannya di kantor.
Sambil bercerita aku dekatkan diriku semakin dekat dengan dengan tubuhnya. Kugenggan tangannya lalu kubelai rambutnya. Dia diam tidak bereaksi. Lalu tanganku berpindah membelai pipinya, Pelan2 tanganku kuturunkan ke bibirnya, dia juga diam tak bereaksi. Kulihat matanya terpejam. Lalu aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Aku mencium pipinya. Dia agak mengelak kali ini. Aku lalu membaringkan dirinya tepat di bawahku. Dia memejamkan matanya. Aku tau ini adalah sebuah tanda. Lalu kukecup kening, kedua pipinya. Kemudian aku beralih kebibirnya yang sensual itu. Dia hanya diam tidak membalas.
"Jangan ah..." ujarnya.
Aku tidak menghiraukan larangannya. Karena aku tau dia mulai menyukai serangan2ku. Aku membelai payudaranya sambil kukecup terus bibirnya. Perlahan, dia mulai mengerang dan membuka mulutnya.
"Ah..ssshhh..jangan... aku gak bisa kayak gini...ssshhhh" protesnya perlahan tanpa melakukan perlawanan yang berarti.
Aku lalu mulai membuka, kancing bajunya. Namun dia menggenggan tanganku bermaksud melarang aku untuk meneruskan perbuatanku. Aku harus agak sabar memang. Kuturunkan wajahku ke perutnya yang masih dibungkus kemeja warna coklat muda. Ku tatap belahan selangkangannya yang juga masih ditutupi celana yang senada dengan kemejanya. Lalu kecium belahan diantara kedua pahanya. Dia merintih lagi.
"Ahhhh..."
Aku terus mencium daerah yang paling sensitive tersebut selama beberapa saat. Dia mulai merenggangkan kakinya.
"Buka aja yah celananya, biar agak enakan ?" ujarku untuk meminta izinnya.
"Jangan ah . Begini aja. Nanti keterusan"
"Gak apa apa kok. Gak bakalan sampai keterusan" jawabku menenangkan hatinya.
Lalu kutarik risleting celananya. Kemudian kuturunkan perlahan celananya. Dia menaikkan pinggulnya membantu .Terlihatlah cd nya yang berwarna cream yang terbuat dari bahan katun halus. Tepat ditengahnya terpampang gundukan indah yang kelihatan mulai basah. Lalu kucium gundukan itu.
"Ahh..sshhhhhh...." Wiwiek memegang kepalaku. Sambi terus mengecup dan menjilat gundukan vaginanya yang masih tertutupi cdnya, aku membuka celana jeans yang kupakai. Lalu kulempar jeans tersebut tak perduli ia terbang kemana. Lalu aku melepas juga kemejaku. Kulihat Wiwiek menatap diriku yang bugil dan agak kaget melihat penisku yang sudah menegang dan siap menyerang. Dia terlihat pasrah dan tak perduli lagi apa yang akan kulakukan selanjutnya.Lalu kuturunkan lagi wajahku ke wajahnya. Aku mengecup bibirnya.
Kali ini dia membalas. Bahkan dia melingkarkan tangannya ditubuhku. Aku meregangkan kedua belah kakinya. Kugesek2kan penisku di diatas vaginanya yang masih berbalut cd. Lalu aku memegang penisku. Aku udah gak tahan. Aku mencari2 sela diantara cd nya untuk bisa menyentuh vaginanya dengan kepala penisku.
"Jangan dimasukin...ahhhh...aku gak bisa.. ssshhh...." Kembali dia protes. Tapi aku tidak perduli. Aku tau dia mulai menyukai permainanku. Setelah kubuka sedikit celah cdnya yang tepat menutupi bibir vaginanya, aku menggosok2an kepala penisku di bibir vaginanya, tentu masih dengan bantuan tanganku. Terasa basah dan berlendir. Lalu aku mencari2 liang vagina yang merupakan target utamaku. Ketika terasa kepala penisku sudah tepat berada di depan liang vaginanya yang licin dan basah, aku mendorong pantatku perlahan.
"Ohhhh.... ssshhhhh.... jangannn... ahhhhhh..." Dia mengerang ketika kepala penisku mulai menerobos masuk. Aku lalu menekan lebih kuat lagi. Dan...blsssesbbb...masuklah dengan sukses penisku kedalam liang kenikmatan miliknya. Matanya yang indah itu sedikit terbelalak, lalu terpejam kembali
"Ahhhhh...sshhhhh...ohhhhh...." Dia melingkarkan kedua kakinya ke pinggangku.
Aku terus menyodok dan mendorongkan penisku kedalam vaginanya. Aku melakukannya cukup lama. Sekitar 25 menit. Lalu terlihat dia menegang dan merangkulku dengan kencang. Aku tau ini saatnya dia orgasme. Aku juga tidak mau kehilangan moment ini. Aku semakin mempercepat ritme kocokan penisku menghujam liang vaginanya.
"Ahhhh...jangan dikeluarin didalam ...hhhhh..ohhh...yahhhhh..."Bisiknya.
Lalu terasa aliran klimaks mulai mengaliri diriku. Aku merasa penisku akan memuntahkan sperma. Aku mengocok semakin keras. Lalu aku memeluk dirinya erat2 berbarengan dengan tarikan kakinya yang semakin memeluk pinggangku dengan kuat. Aku tak berdaya lagi. Dan, crot..crot..crot....tumpahlah spermaku menghujani liang vagina sampai ke rahimnya.
"Ahhhhh....." Dia mengerang keras.
Aku menatapnya lemas tanpa mengeluarkan penisku yang masih berada didalam vaginanya yang terasa masih memijat-mijat penisku. Terlihat dia tersenyum, tapi kulihat ada linangan air mata dipipinya.
" Kamu nakal. Tapi kamu sangat lama bercinta daripada pacarku" Katanya.
Sesudah itu tertidur, hingga jam dua pagi aku terbangun kembali. Aku menatap disekelilingku dan mencoba-mencoba menginngat apa yang telah terjadi. Kemudian kulihat seorang wanita terbaring disisiku. Wiwiek. Ah,ternyata dia begitu masih menggairahkan, pikirku dalam hati. Aku lalu berpikir untuk menyetubuhinya sekali lagi. Lalu kubuka selangkangannya yang telah dia tutupi dengan celana dalamnya. Kemudian kujilat celah diantara pahanya. Aku lalu mengeluarkan penisku. Kubuka cdnya pelan-pelan tanpa berusaha membangunkannya. Kuusap bukit berbulu yang indah tersebut tepat ditengah-tengah, terasa begitu basah. Lalu kulumuri batangku dengan lendir vaginanya yang beraroma sangat khas.
Aku sudah nggak tahan. Lalu perlahan kuarahkan kepala penisku yang mengkilat kedepan liang vaginanya yang kubuka dengan bantuan dua jari tanganku. Lalu kudorong perlahan. Keliatan dia menggeliat sebentar. Lalu terdiam kembali. Aku mendorong penisku lebih dalam, dan karena laing vaginanya sudah begitu basah, amblas semua batangku menyeruak daging empuk,hangat dan lembab tersebut. Aku lalu menyodok dan mengocok dengan perlahan. Terdengar dia mendesis, tapi seakan tidak mau membuka matanya. Crep.. crep.. crep.. jlebb.. jleb. Semakin cepat dan semakin cepat. Dia lalu merintih halus.
"Ahhhh.... ssshhhhh... sss..."
Aku lalu melihat dia mengejang dan kakinya merapat. Aku tau dia mulai merasakan orgasmenya, ntah dia sadar atau tidak. Aku lalu juga merasa gumpalan-gumpalan naik mengarah ke kepala penisku siap untuk dimuntahkan. Lalu kutekan dalam-dalam penisku ketika kurasa semburan maniku akan meledak. Crott... crott... crott... crott... crott.
"Hekkhh... ahhhhhh...."jeritnya. Aku tau dia merasakan semburan maniku yang panas telah membanjiri liang vagina hingga ke rahimnya. Sampai-sampai ketika kuacabut perlahan, terliat menetes masih dalam kekentalan keluar disela-sela liang vagina hingga menetes ke paha dan lubang anusnya. Ah, betapa nikmatnya,pikirku.
Lalu kami terus terlelap hingga keesokan pagi. Sejak saat itu. Wiwiek tidak mau bertemu lagi denganku. Dia hanya bilang, dia merasa bersalah telah mengkhianati pacarnya yang telah beristri tersebut. Dan ketika aku meneleponnya sekali-sekali sambil mengingatkan dirinya tentang peristiwa malam tersebut, dia hanya bilang agar jangan terulang kembali dan hanya menjadi rahasia kami berdua saja. Ah.. Wiwiek.
Ini adalah pertimbanganku agar perjalanan yang cukup jauh dari lokasi tempat tinggalku menjadi nyaman. Karena dengan duduk bersebelahan dengan wanita, pertama-tama aku merasa aman karena akan jauh dari dari rasa was-was terhadap kemungkinan menjadi korban copet. Kedua, aroma para wanita biasanya lebih enak, dan tentu saja akan merupakan penambahan rasa aman selama diperjalanan.
Pada suatu ketika, aku duduk bersebelahan dengan seorang dara cantik.
Aku biasanya membawa majalah untuk dibaca2 agar dapat mengusir kejenuhan perjalanan. Sebab dengan jarak perjalanan yang cukup jauh, tanpa kegiatan apa - apa akan membuat suasana menjadi jenuh dan membosankan. Ketika aku sedang asyik membaca, gadis cantik disebelah aku kuperhatikan juga ikut melirik bacaan yang sedang kubaca. Aku ketahui dari ekor mataku yang meliriknya memperhatikan bacaan yang kubawa. Kemudian aku mulai berbasa-basi kepadanya.
" Ke kantor yah Mbak ? " tanyaku klise untuk memecahkan kekakuan.
" Iya.." jawab gadis itu singkat.
" Kantornya dimana ? " tanyaku lagi untuk lebih memperpanjang pembicaraan.
"Di Kemayoran"
Lalu kamipun terlibat pembicaraan mengenai hal-hal yang ringan. Sebelum aku turun, aku tak lupa meminta nomor teleponnya. Dan meminta izin apakah aku bisa meneleponnya di kantor. Singkat cerita, kamipun selalu berhubungan melalui telepon. Selanjutnya kuketahui kalo dia bernama Wiwiek.
Gadis itu mempunyai rambut yang indah serta bibir yang sensual sekali. Tingginya sekitar 165 cm. Kami terkadang janjian untuk pulang bareng, karena rute bis yang kami lalui sama. Suatu saat aku mengajaknya untuk nonton di Atrium, Senen. Sebelum film diputar, kami makan dulu di salah satu fast food resto yang ada disitu. Dari situ dia lalu bercerita tentang masalah pribadinya.
Dia bercerita bahwa dia mempunyai affair dengan atasannya yang sudah mempunyai istri di kantor. Aku bertanya kenapa tidak mencari pria yang lebih muda dan masih single. Dia menjawab bahwa dia sudah terlanjur sayang dengan pria ini. Aku bilang dia harus berusaha melepaskan diri dari pria berisitri ini. Aku punya cara, tawarku. Lalu kamipun memasuki teater 21, karena film sudah mulai diputar.
Selama film diputar, aku berusaha untuk menciumnya. Tapi dia masih berusaha bertahan. Akhirnya, aku bersabar aja. Lalu ketika film sudah usai, aku mengajaknya untuk mencari tempat ngobrol dan makan lagi, karena perutku belum kenyang dengan makanan 'fast food' tadi. Kami menuju ke Hotel Cempaka Sari, dimana disitu kuketahui juga memiliki restoran. Setelah memesan nasi makanan dan minuman. Aku menawari kepada Wiwiek untuk makan dikamar agar lebih nyaman dan bisa sambil ngobrol.
Lalu Entah apa yang terlintas di pikirannya, dia langsung mengiyakan saja ajakanku itu. Lalu aku menuju ke front office dan memesan kamar sambil mengatakan agar makanan yang kami pesan tadi langsung diantar kekamar. Sesampainya dikamar, aku menawarkan agar dia mandi dulu. Dia bilang nanti aja, setelah selesai makan. Setelah selesai makan, aku berbaring ditempat tidur. Aku menatap wajah gadis yang memang cantik ini. Lalu aku menarik tangannya untuk bersama berbaring di kasur. Lalu aku mulai memancingnya bercerita lebih jauh lagi tentang affair dirinya dengan atasannya di kantor.
Sambil bercerita aku dekatkan diriku semakin dekat dengan dengan tubuhnya. Kugenggan tangannya lalu kubelai rambutnya. Dia diam tidak bereaksi. Lalu tanganku berpindah membelai pipinya, Pelan2 tanganku kuturunkan ke bibirnya, dia juga diam tak bereaksi. Kulihat matanya terpejam. Lalu aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Aku mencium pipinya. Dia agak mengelak kali ini. Aku lalu membaringkan dirinya tepat di bawahku. Dia memejamkan matanya. Aku tau ini adalah sebuah tanda. Lalu kukecup kening, kedua pipinya. Kemudian aku beralih kebibirnya yang sensual itu. Dia hanya diam tidak membalas.
"Jangan ah..." ujarnya.
Aku tidak menghiraukan larangannya. Karena aku tau dia mulai menyukai serangan2ku. Aku membelai payudaranya sambil kukecup terus bibirnya. Perlahan, dia mulai mengerang dan membuka mulutnya.
"Ah..ssshhh..jangan... aku gak bisa kayak gini...ssshhhh" protesnya perlahan tanpa melakukan perlawanan yang berarti.
Aku lalu mulai membuka, kancing bajunya. Namun dia menggenggan tanganku bermaksud melarang aku untuk meneruskan perbuatanku. Aku harus agak sabar memang. Kuturunkan wajahku ke perutnya yang masih dibungkus kemeja warna coklat muda. Ku tatap belahan selangkangannya yang juga masih ditutupi celana yang senada dengan kemejanya. Lalu kecium belahan diantara kedua pahanya. Dia merintih lagi.
"Ahhhh..."
Aku terus mencium daerah yang paling sensitive tersebut selama beberapa saat. Dia mulai merenggangkan kakinya.
"Buka aja yah celananya, biar agak enakan ?" ujarku untuk meminta izinnya.
"Jangan ah . Begini aja. Nanti keterusan"
"Gak apa apa kok. Gak bakalan sampai keterusan" jawabku menenangkan hatinya.
Lalu kutarik risleting celananya. Kemudian kuturunkan perlahan celananya. Dia menaikkan pinggulnya membantu .Terlihatlah cd nya yang berwarna cream yang terbuat dari bahan katun halus. Tepat ditengahnya terpampang gundukan indah yang kelihatan mulai basah. Lalu kucium gundukan itu.
"Ahh..sshhhhhh...." Wiwiek memegang kepalaku. Sambi terus mengecup dan menjilat gundukan vaginanya yang masih tertutupi cdnya, aku membuka celana jeans yang kupakai. Lalu kulempar jeans tersebut tak perduli ia terbang kemana. Lalu aku melepas juga kemejaku. Kulihat Wiwiek menatap diriku yang bugil dan agak kaget melihat penisku yang sudah menegang dan siap menyerang. Dia terlihat pasrah dan tak perduli lagi apa yang akan kulakukan selanjutnya.Lalu kuturunkan lagi wajahku ke wajahnya. Aku mengecup bibirnya.
Kali ini dia membalas. Bahkan dia melingkarkan tangannya ditubuhku. Aku meregangkan kedua belah kakinya. Kugesek2kan penisku di diatas vaginanya yang masih berbalut cd. Lalu aku memegang penisku. Aku udah gak tahan. Aku mencari2 sela diantara cd nya untuk bisa menyentuh vaginanya dengan kepala penisku.
"Jangan dimasukin...ahhhh...aku gak bisa.. ssshhh...." Kembali dia protes. Tapi aku tidak perduli. Aku tau dia mulai menyukai permainanku. Setelah kubuka sedikit celah cdnya yang tepat menutupi bibir vaginanya, aku menggosok2an kepala penisku di bibir vaginanya, tentu masih dengan bantuan tanganku. Terasa basah dan berlendir. Lalu aku mencari2 liang vagina yang merupakan target utamaku. Ketika terasa kepala penisku sudah tepat berada di depan liang vaginanya yang licin dan basah, aku mendorong pantatku perlahan.
"Ohhhh.... ssshhhhh.... jangannn... ahhhhhh..." Dia mengerang ketika kepala penisku mulai menerobos masuk. Aku lalu menekan lebih kuat lagi. Dan...blsssesbbb...masuklah dengan sukses penisku kedalam liang kenikmatan miliknya. Matanya yang indah itu sedikit terbelalak, lalu terpejam kembali
"Ahhhhh...sshhhhh...ohhhhh...." Dia melingkarkan kedua kakinya ke pinggangku.
Aku terus menyodok dan mendorongkan penisku kedalam vaginanya. Aku melakukannya cukup lama. Sekitar 25 menit. Lalu terlihat dia menegang dan merangkulku dengan kencang. Aku tau ini saatnya dia orgasme. Aku juga tidak mau kehilangan moment ini. Aku semakin mempercepat ritme kocokan penisku menghujam liang vaginanya.
"Ahhhh...jangan dikeluarin didalam ...hhhhh..ohhh...yahhhhh..."Bisiknya.
Lalu terasa aliran klimaks mulai mengaliri diriku. Aku merasa penisku akan memuntahkan sperma. Aku mengocok semakin keras. Lalu aku memeluk dirinya erat2 berbarengan dengan tarikan kakinya yang semakin memeluk pinggangku dengan kuat. Aku tak berdaya lagi. Dan, crot..crot..crot....tumpahlah spermaku menghujani liang vagina sampai ke rahimnya.
"Ahhhhh....." Dia mengerang keras.
Aku menatapnya lemas tanpa mengeluarkan penisku yang masih berada didalam vaginanya yang terasa masih memijat-mijat penisku. Terlihat dia tersenyum, tapi kulihat ada linangan air mata dipipinya.
" Kamu nakal. Tapi kamu sangat lama bercinta daripada pacarku" Katanya.
Sesudah itu tertidur, hingga jam dua pagi aku terbangun kembali. Aku menatap disekelilingku dan mencoba-mencoba menginngat apa yang telah terjadi. Kemudian kulihat seorang wanita terbaring disisiku. Wiwiek. Ah,ternyata dia begitu masih menggairahkan, pikirku dalam hati. Aku lalu berpikir untuk menyetubuhinya sekali lagi. Lalu kubuka selangkangannya yang telah dia tutupi dengan celana dalamnya. Kemudian kujilat celah diantara pahanya. Aku lalu mengeluarkan penisku. Kubuka cdnya pelan-pelan tanpa berusaha membangunkannya. Kuusap bukit berbulu yang indah tersebut tepat ditengah-tengah, terasa begitu basah. Lalu kulumuri batangku dengan lendir vaginanya yang beraroma sangat khas.
Aku sudah nggak tahan. Lalu perlahan kuarahkan kepala penisku yang mengkilat kedepan liang vaginanya yang kubuka dengan bantuan dua jari tanganku. Lalu kudorong perlahan. Keliatan dia menggeliat sebentar. Lalu terdiam kembali. Aku mendorong penisku lebih dalam, dan karena laing vaginanya sudah begitu basah, amblas semua batangku menyeruak daging empuk,hangat dan lembab tersebut. Aku lalu menyodok dan mengocok dengan perlahan. Terdengar dia mendesis, tapi seakan tidak mau membuka matanya. Crep.. crep.. crep.. jlebb.. jleb. Semakin cepat dan semakin cepat. Dia lalu merintih halus.
"Ahhhh.... ssshhhhh... sss..."
Aku lalu melihat dia mengejang dan kakinya merapat. Aku tau dia mulai merasakan orgasmenya, ntah dia sadar atau tidak. Aku lalu juga merasa gumpalan-gumpalan naik mengarah ke kepala penisku siap untuk dimuntahkan. Lalu kutekan dalam-dalam penisku ketika kurasa semburan maniku akan meledak. Crott... crott... crott... crott... crott.
"Hekkhh... ahhhhhh...."jeritnya. Aku tau dia merasakan semburan maniku yang panas telah membanjiri liang vagina hingga ke rahimnya. Sampai-sampai ketika kuacabut perlahan, terliat menetes masih dalam kekentalan keluar disela-sela liang vagina hingga menetes ke paha dan lubang anusnya. Ah, betapa nikmatnya,pikirku.
Lalu kami terus terlelap hingga keesokan pagi. Sejak saat itu. Wiwiek tidak mau bertemu lagi denganku. Dia hanya bilang, dia merasa bersalah telah mengkhianati pacarnya yang telah beristri tersebut. Dan ketika aku meneleponnya sekali-sekali sambil mengingatkan dirinya tentang peristiwa malam tersebut, dia hanya bilang agar jangan terulang kembali dan hanya menjadi rahasia kami berdua saja. Ah.. Wiwiek.
Teman baikku bernama Yuni
Hubunganku dgn Yuni sebetulnya cukup dekat. Kami adalah teman kuliah satu angkatan dan satu jurusan. Jadi hampir setiap hari kami bertemu. Kami sering mengerjakan tugas² bersama. Saling menceritakan kehidupan pribadi kami bukan hal yg asing antara aku dan Yuni. Kami sudah menjadi sahabat yg cukup akrab. Aku juga tahu bahwa Yuni sudah punya pacar sejak SMA dan mereka sudah merencanakan untuk menikah setelah Yuni lulus nanti. Saat itu kami masih di semester 6.
Secara fisik Yuni cukup menarik. Wajahnya berbentuk oval dan manis. Tidak terlalu cantik tapi jelas tidak bisa dikatakan jelek. Tingginya sekitar 160 cm, beratnya seimbang. Rambutnya dipotong pendek dgn poni di dahinya. Kulitnya cukup putih untuk ukuran orang Indonesia. Pokoknya tidak memalukan lah kalau kita ajak jalan dia di tempat umum. Sayang ada satu kekurangannya, Yuni kurang bisa bersolek, kesannya malah agak tomboy. Ke-mana² dia hampir selalu pakai celana jeans dgn kemeja agak longgar. Padahal perilakunya sangat feminin, jadi agak kontras dan kurang cocok.
Sore itu aku sedang mengerjakan tugas di perpustakaan kampus. Yuni juga kebetulan ada disana, tapi dia di meja lain dgn beberapa teman. Aku asyik mengerjakan tugasku sendiri sehingga aku tidak memperhatikannya. Tiba² ada orang yg duduk di seberang meja. Aku lihat ternyata Yuni.
"Ngerjain apa Ben? Kok asyik banget"
"Eh ... ini tugas makalah metodologi. Kamu udah selesai Yun?"
"Yuni mah udah kelar kemarin²."
"Enak dong udah bisa santai, aku juga udah hampir selesai kok."
"Ben ke kantin yuk ... haus nih."
Aku bereskan kertas² tugasku lalu aku kembalikan buku² referensi ke raknya. Kami berdua berjalan bareng ke kantin. Obrolan kami lanjutkan di kantin sambil minum.
"Yun, aku kok udah lama ndak liat kamu sama Mas Robby. Kemana dia?"
Mas Robby adalah pacar Yuni. Dia sudah bekerja tapi biasanya suka menjemput Yuni di kampus. Aku tidak terlalu kenal dia cuman sebatas "say hello" saja.
Mendengar pertanyaanku tadi Yuni cuma menghela napas panjang. Wajahnya yg manis tiba² tampak muram. Dgn agak lirih dia menjawab,
"Kami sudah putus Ben."
"Oh ... sorry Yun. Kalau boleh tahu, kenapa Yun?"
Yuni kembali menghela napas panjang. Aku tahu mereka sudah pacaran cukup lama, mungkin ada lebih dari 3 thn. Jadi aku tahu bagaimana perasaan Yuni saat itu. Pasti berat buat dia.
Akhirnya Yuni bercerita kalau Mas Robby ternyata dekat dgn wanita lain. Ketika Yuni minta penjelasan dari dia ternyata Mas Robby malah marah². Akhirnya dua minggu yg lalu Yuni tidak mau lagi ketemu dgn dia. Sungguh malang nasib Yuni, padahal mereka sudah begitu dekat dan mereka sudah melakukan hubungan layaknya suami istri. Secara eksplisit memang Yuni tdk pernah bicara ttg hal ini kepadaku, tapi dari gelagatnya aku yakin itu.
Pembicaraan kami sore itu jadi melankolis dan kelabu. Seperti mendung kelabu yg menggelayut di langit. Satu hal yg aku kagumi dari Yuni, dia begitu tegar menerima kenyataan ini. Tak ada setitik air mata pun yg mengambang di matanya saat menceritakan perpisahannya dgn Mas Robby.
Langit sudah agak gelap pertanda datangnya senja ketika kami keluar dari kantin untuk pulang. Aku tawarkan Yuni untuk mengantarnya pulang dan dia setuju. Dalam perjalanan pulang, Yuni yg duduk di boncengan motorku tak berkata sepatah pun. Kami pun sampai di rumah Yuni.
"Masuk dulu yuk Ben," ajak Yuni sambil membuka kunci pintu rumahnya.
Beberapa kali aku pernah mengantar pulang Yuni tapi aku tidak pernah mampir ke rumah Yuni. Kali ini kebetulan aku kebelet kencing, jadi aku mau diajak masuk rumahnya.
"Aku mau numpang ke kamar mandi Yun."
"Disitu Ben," Yuni menunjuk ke salah satu pintu.
Aku segera menuntaskan urusanku di kamar mandi. Rumah Yuni sangat sederhana tapi sangat bersih dan tertata rapi. Keluarga Yuni memang bukan golongan orang yg berada. Senja itu suasana rumah Yuni sepi² saja.
"Kok ndak ada orang Yun. Orangtuamu kemana?"
"Sudah 2 hari di rumah Mbak Dewi di Solo. Dia kan baru saja melahirkan anak pertama."
Yuni pernah cerita kalau dia hanya dua bersaudara. Kakaknya, Mbak Dewi, sudah menikah dan tinggal di Solo. Jadi saat itu Yuni sendirian di rumah.
Aku baru saja hendak berpamitan dgn Yuni ketika tiba² mendung tebal yg sedari tadi menggantung di langit turun menjadi hujan yg cukup lebat.
"Pulang ntar aja Ben, Hujan tuh. Yuni bikinin kopi ya."
Tanpa menunggu jawabanku Yuni segera ke dapur dan aku dengar detingan cangkir beradu dgn sendok. Aku duduk di sofa di ruang tamu yg sekaligus berfungsi sebagai ruang keluarga itu. Tak berapa lama Yuni muncul dgn secangkir kopi yg masih mengebul di tangannya.
"Kamu ngopi dulu Ben. Yuni mau mandi dulu bentar."
Yuni kembali ke dalam dan sejenak kemudian aku dengar deburan air di kamar mandi. Aku duduk santai sambil menghirup kopi hangat yg dibuatkan Yuni. Di luar hujan semakin bertambah lebat sambil sesekali terdengar bunyi guruh di kejauhan. Suasana sudah bertambah gelap, apalagi lampu rumah belum dihidupkan.
Tiba² lampu jadi hidup terang benderang menerangi ruang tamu itu. Ternyata Yuni yg telah selesai mandi menghidupkan lampu. Aku menatap Yuni dgn pangling. Sekarang dia mengenakan kaos ketat berwarna biru tua dipadu dgn celana pendek yg sewarna. Aku melihat Yuni yg lain dari yg aku kenal. Kaos ketatnya memperlihatkan lekuk tubuhnya yg nyaris sempurna yg biasanya tersembunyi di balik kemeja longgarnya. Kulit pahanya yg putih mulus biasanya terbungkus celana jeans. Tanpa aku sadari dari mulutku terlontar kata,
"Kamu cakep dan seksi sekali Yun."
Yuni tampak tersipu mendengar kata²ku. Dia sedikit tersenyum, guratan kepedihan sudah tak tampak lagi di wajahnya.
"Ngerayu apa ngerayu nih ...," Yuni mencoba menutupi ketersipuannya dgn canda.
"Bener kok Yun ... kamu cakep banget."
Yuni duduk di sofa di ujung yg lain. Kebetulan aku duduk di ujung sofa yg dekat dgn bagian dalam rumah, sedang Yuni di ujung satunya yg dekat pintu. Kami duduk ngobrol sambil mataku tak hentinya mengagumi kemolekan tubuh Yuni. Yuni pun kayaknya suka aku perhatikan seperti itu. Entah sengaja atau tidak, kakinya disilangkan sehingga pahanya yg mulus makin tampak jelas.
Kami masih ngobrol ngalor ngidul ketika kami dikagetkan dgn bunyi guntur yg begitu keras. Seketika itu pula suasana jadi gelap gulita. Ternyata listrik mati. Secara reflek aku berdiri. Aku beranjak ke pintu hendak menyalakan lampu motorku yg aku parkir di teras untuk menerangi sementara. Belum selangkah aku beranjak, aku merasakan tubrukan dgn tubuh Yuni yg ternyata juga sudah berdiri hendak masuk ke dalam.
Tubrukan itu pelan saja sebenarnya, tapi krn terkejut Yuni jatuh tertelentang di sofa dgn kakinya menjuntai ke lantai. Aku pun kehilangan keseimbangan dan menindih tubuh Yuni. Untung siku kiriku masih sempat berjaga di sandaran sofa sehingga Yuni tidak tertindih seluruh berat tubuhku.
Aku rasakan tubuh hangat Yuni menempel di tubuhku. Tanpa sadar dan semuanya terjadi begitu tiba², aku peluk Yuni sambil kukecup keningnya dgn lembut. Yuni tidak bereaksi menolak, dia malah melingkarkan kedua lengannya ke leherku. Aku cium lembut pipi kiri Yuni, dia pun membalas mencium pipi kananku tak kalah lembutnya. Dalam gelap gulita itu, secara alami dan terjadi begitu saja, bibir kami saling bertemu.
Aku cium bibir Yuni dgn sangat lembut. Tidak ada penolakan dari Yuni, dia malah membalas mengulum bibirku. Bibir kami saling berpautan dan melepaskan kemesraan. Aku mulai berinisiatif menjulurkan lidahku dan membelai gigi seri Yuni. Yuni pun membuka mulutnya lebih lebar dan menjulurkan lidahnya saling beradu dgn lidahku. Kami terus berciuman dalam gelap. Petir yg me-nyambar² sudah tidak kami hiraukan lagi. Lidah Yuni yg masih menjulur ke mulutku aku kulum dgn mesra. Sesaat ganti Yuni yg mengulum lidahku.
Entah berapa lama kami saling menikmati ciuman mesra itu. Rasanya aku sangat ingin kejadian itu berlangsung selamanya. Perlahan aku alihkan sasaran ciumanku. Aku mulai menciumi bagian bawah dagu Yuni. Kemudian secara sangat perlahan ciumanku mengarah ke lehernya yg jenjang itu. Aku tidak bisa melihat reaksi Yuni karena gelap, yg aku rasakan hanya belaian lembut di rambutku. Belakang telinga kanan Yuni aku ciumi dgn mesra sambil sesekali aku gigit lembut daun telinganya. Yuni sedikit meronta kegelian.
Dia bereaksi dgn mendengus pelan di dekat telinga kananku. Hembusan nafasnya membuat aku kegelian. Lalu aku rasakan benda lembut yg hangat menggelitik lubang telingaku. Ternyata itu lidah Yuni. Sungguh geli rasanya tapi sangat menggairahkan. Bagi yg belum pernah mengalaminya sendiri tentu susah menggambarkannya. Kami masih saling menggelitik telinga dgn lidah.
Aku agak mengangkat tubuh sedikit ketika tangan Yuni aku rasakan mencari ruang untuk membuka kancing kemejaku. Dalam posisi sulit dan gelap seperti itu Yuni berhasil membuka dua kancing kemejaku yg paling atas. Dia agak merubah posisi sehingga kepalanya tepat berada di bawah dadaku yg sudah terbuka sebagian. Dgn lembut Yuni mulai menciumi dadaku. Tangannya sambil beraksi membuka semua kancing kemejaku. Sekarang dadaku sudah terbuka lebar tanpa terhalang kemeja yg masih aku pakai. Jari² lembut Yuni mulai menggerayangi punggungku. Bibirnya masih menciumi seluruh permukaan dadaku.
Aku agak meronta kegelian ketika kedua bibir Yuni mengulum puting kiriku. Aku belum pernah diperlakukan seperti ini oleh wanita manapun. Biasanya aku yg melakukan ini terhadap wanita. Sensasinya sungguh sulit di gambarkan. Birahiku mulai bangkit. Tangan kananku mulai meremas lembut payudara kiri Yuni dari luar kaosnya. Buah dada Yuni terasa sangat kenyal dan padat.
Yuni terus menciumi, menjilati dan mengulum kedua putingku, menghantarkan kegelian dan rangsangan ke seluruh tubuhku. Aku masih me-remas² buah dada Yuni. Waktu terus berlalu tanpa kami sadari.
Tiba² mata kami dibutakan oleh terang yg menerpa retina kami. Ternyata listrik telah hidup kembali. Secara reflek kami melepaskan diri satu sama lain. Sambil mengerjapkan mata aku berdiri dan melihat Yuni masih dalam posisi seperti tadi, telentang di sofa dgn kaki menjuntai di lantai. Yuni menatapku dgn penuh kemesraan, tatapan yg belum pernah aku lihat di mata Yuni ditujukan kepadaku. Untuk sesaat aku tak tahu harus berbuat apa.
"Di kamarku aja yuk Ben." Suara Yuni memecah kebuntuanku.
Yuni bangkit menutup pintu depan dan kami berjalan bergandengan tangan masuk kamar Yuni. Yuni mematikan lampu utama kamarnya lalu ke meja riasnya dan menghidupkan lampu kecil disana. Suasana jadi agak temaram dan makin syahdu.
Kali ini aku ambil inisiatif. Aku peluk Yuni dari depan, aku cium lembut bibirnya. Tanganku memeluk punggungnya. Dengan ibu jari dan jari tengah tangan kananku aku pegang kaitan BH Yuni dari luar kaosnya, dgn gerakan sedikit mengatup dan memelintir lepaslah kaitan BH Yuni. Sepertinya Yuni cukup terkesan dgn "keahlianku", dia makin mempererat pelukannya sambil mulut kami masih saling berpagut.
Dengan lembut tangan kiriku aku selipkan di balik tepi bawah kaos Yuni lalu aku raba punggungnya. Aku belai² punggung Yuni yg rata, aku nikmati kehalusan kulitnya yg seperti sutera itu. Yuni sedikit meronta sehingga aku melepaskan pelukanku. Kesempatan itu digunakannya untuk melepas kemejaku dgn kedua tangannya. Tak ku sia² peluang itu, aku pun menggamit tepi bawah kaos Yuni menariknya ke atas bersama dgn BH hitam yg sudah lepas kaitannya. Sedetik kemudian kami berdua sudah bertelanjang dada.
Apa yg aku lihat di hadapanku sungguh luar biasa. Sepasang payudara yg benar² indah bentuknya. Penerangan lampu yg redup makin memepertegas silhouette dari buah dada yg padat berisi. Putingnya yg kecil dan bulat menyembul di puncak bukit yg menantang itu. Harus aku akui bahwa sampai saat itu payudara Yuni adalah yg terindah yg pernah aku lihat. Ukurannya tidak terlalu besar meskipun tidak bisa dikatakan kecil. Tapi bentuknya sungguh luar biasa. Seperti sepasang mangkuk yg ditangkupkan di dada tanpa ada kesan melorot sedikit pun.
Rupanya Yuni sadar kalau aku sedang mengagumi payudaranya. Tanpa canggung dia menyangga buah dada kanannya dgn telapak kirinya sambil lengannya menyangga yg kakan. Dgn jari² yg menangkup di dekatkannya kedua bukit indahnya. Tangan kanannya terangkat diletakkan di belakang lehernya. Tubuhnya sedikit meliuk ke belakang. Gerakan ini makin mempertegas keindahan bentuk buah dadanya. Ditambah terpaan sinar lampu lembut dari arah samping, sungguh pemandangan yg tidak pernah aku lupakan sampai hari ini. Tanpa sepatah kata pun terucap dari mulut Yuni, tapi aku tahu dalam hati dia pasti berkata: "Nikmatilah pemandangan indah buah dadaku Ben."
Sebenarnya aku masih ingin terus menikmati pemandangan itu, tapi aku tahu aku harus mulai berbuat sesuatu. Aku duduk di tepi ranjang Yuni, aku tarik Yuni mendekat sehingga dadanya tepat ada di hadapanku. Aku ciumi buah dada Yuni secara bergantian. Kadang aku katupkan kedua bibirku di putingnya dan aku pelintir dgn gerakan bibirku ke kiri dan kanan. Yuni menggelinjang penuh kenikmatan. Tangannya me-remas² rambut di kepalaku. Dadanya semakin dibusungkan tanda dia menikmati apa yg aku lakukan.
Aku perhatikan ternyata Yuni bukan orang yg "ribut" kala bercinta. Mulutnya tidak bersuara apa² kecuali desahan lembut nafasnya yg semakin cepat.
"sssssshhhhh .... sssshhhhh .... ssssshhhhhh"
Kedua tanganku me-remas² kedua buah dada Yuni dan mulutku masih sibuk dgn putingnya. Liukan tubuh Yuni semakin menggila tanda rangsanganku semakin tak bisa ditahannya. Sambil masih mengulum putingnya, tanganku menggapai kancing celana pendeknya. Tanpa banyak kesulitan aku berhasil membuka kancing itu krn Yuni juga membantu dgn mengecilkan perutnya sehingga tugasku semakin mudah. Perlahan aku turunkan ritsleting celananya terus aku tarik ke bawah sampai celana pendek Yuni terlepas dan tersangkut di kedua lututnya.
Ternyata Yuni mengenakan CD model mini berwarna hitam, semakin mempertegas warna putih mulus paha dan perutnya. Aku raba lembut bagian depan CD nya, rasanya sudah sangat lembab dgn lendir yg pasti sudah membanjir di kemaluannya. Aku bukan type orang yg ter-buru². Masih dari luar CD nya, aku belai lembut bukit kecil yg menggelembung di dalamnya. Aku tekan² bagian tengahnya dgn jariku. Yuni semakin menggelinjang tanpa mengeluarkan suara apa pun. Hanya desah nafasnya semakin keras dan kuat.
"SSSSHHHHHH .... SSSSSSHHHHHHH .... SSHHHHHHHH ..."
Rupa²nya Yuni sudah tidak tahan lagi atas rangsanganku. Dengan kedua tangannya dia renggut CD nya, lalu dia pelorotkan bersama dengan celana pendeknya. Kedua kakinya melangkah bergantian melepaskan kain terakhir yg menutupi tubuh indahnya. Yuni sudah berdiri bugil di hadapanku. Dalam keremangan cahaya, aku lihat bukit kemaluan Yuni yg padat menggembung tanpa sehelai bulu pun disana! Satu lagi pemandangan nan indah yg belum pernah aku lihat sebelumnya.
Secara naluri, tanganku segera membelai lembut kewanitaan Yuni. Kemudian jari²ku mulai menggelitik sekitar lubang kemaluannya. Di sana sudah basah dgn lendir licin tanda Yuni sudah sangat terangsang. Sekali lagi aku tak mau ter-buru². Perlahan aku pegang mata kaki kiri Yuni dan aku bimbing untuk di naikkan ke tepi ranjang. Sekarang Yuni dalam posisi berdiri mengangkang dgn kaki kiri terangkat di tepi ranjang. Perlahan aku berlutut di hadapan Yuni. Dgn tangan kananku masih membelai kewanitaan Yuni, aku mulai menciumi bagian dalam paha kanan Yuni pelan² ke arah atas sampai ke selangkangannya.
Aku ulangi lagi dari mulai sekitar lutut terus ke atas sampai pangkal pahanya. Kadang² kulit paha Yuni yg mulus itu aku gigit lembut sehingga Yuni terjingkat kaget.
"Iiiiihh .... ssssshhhhhh .... sssssshhhhhh ..."
Tanganku masih terus membelai bukit kemaluannya sambil sedikit aku tekan dgn gerakan memutar. Yuni sudah menggelinjang tidak teratur. Kemudian aku ganti dgn pahanya yg kiri yg terangkat di tepi tempat tidur itu. Seluruh permukaan paha Yuni bagian dalam tak ada satu inci pun yg luput dari ciuman dan jilatanku.
"ssshhhhhh .... shhhhhh .... ssssssshhhhhhhhh ....."
Aku singkirkan tanganku dari kemaluan Yuni. Sekarang terlihat bibir bawah Yuni sudah merekah memperlihatkan liang kenikmatannya yg berwarna merah jambu itu. Aku dekatkan bibirku lalu aku mulai menciumi sekitar kemaluan Yuni. Baunya sungguh harum, bau sabun mandi yg dipakainya. Lidahku mulai menjalankan tugasnya. Lendir licin yg sudah menyelimuti sekitar liang senggama Yuni semakin mempermudah tugasku. Lidahku mulai menjulur masuk keluar lubang kewanitaannya sambil tanganku me-remas² pantatnya. Sesekali aku ganti variasi dgn menjilat dan mengulum klitoris Yuni yg terlihat membesar melebihi proporsinya. Desahan nafas Yuni semakin keras dan kadang berubah menjadi erangan. Goyangan tubuh Yuni semakin tak terkendali.
"SSSSHHHHHH ... SSSSSSSSSSHHHH .... GGGGGGHHHHHHH .... GGGGGHHHHHH ..."
Dari pengalamanku dgn berbagai wanita, aku tahu sudah saatnya melangkah ke jenjang selanjutnya. Aku tidak mau menyiksa Yuni lebih lama. Dgn gerakan tangan aku minta Yuni naik ke tempat tidurnya. Aku pun segera melepas celanaku. Batang kejantananku yg memang sudah berontak sedari tadi langsung bangkit berdiri. Aku lihat Yuni sudah telentang di tengah ranjang, kedua kakinya membuka lebar dan lututnya terangkat. Liang kenikmatannya terlihat mengkilap dengan lendir dan air liurku.
Aku segera naik ke ranjang. Sambil posisi merangkak aku bertumpu pada tangan kiriku dan kedua lututku. Tubuhku aku turunkan pelan² sampai batang kemaluanku persis di atas selangkangan Yuni. Dengan tangan kananku aku pegang batang penisku lalu dgn lembut kepalanya aku gosok² ke klitoris Yuni yg sudah membengkak itu. Yuni kembali mendesah dan mengerang.
"Sssssssshhhhh ... eeeeeeegggghhhh ... sssshhhhhhhh ..."
Aku tahu Yuni sudah mendekati klimaksnya. Dari pengalamanku dalam kondisi seperti ini, sedikit gesekan pada dinding liang senggama pasti akan memicu orgasme yg penuh kenikmatan. Dgn sangat perlahan aku dekatkan kepala penisku ke lubang kewanitaan Yuni dan aku turunkan tubuhku sehingga batang kejantananku mulai menerobos masuk organ kenikmatannya. Aku benamkan seluruh senjataku ke dalam gua Yuni yg sudah sangat basah itu. Kehangatan segera menyambut batang penisku. Perlahan aku pompa dgn gerakan naik turun yg teratur.
Tak sampai setengah menit aku rasakan tubuh Yuni mulai menegang. Pelukan tanggannya di punggungku semakin menguat. Aku memompa semakin cepat dan sesekali aku miringkan tubuhku sehingga kepala penisku semakin menggesek dinding liang senggama Yuni. Ternyata dugaanku tak keliru. Pertahanan Yuni ambrol saat itu juga, aku rasakan cairan hangat membasahi batang kemaluanku yg masih di dalam tubuh Yuni.
"Nikmati saja Yun ... terus Yun .. jangan ditahan .. nikmati Yun ...," aku bisikan dgn mesra di telinga Yuni.
'SSSSSsssssssssssssssshhhhhhhhhhhhhhhhh ...." Yuni menjawab dgn desahan panjang.
Batang penisku aku benamkan seluruhnya ke dalam lubang kenikmatan Yuni. Aku sudah berhenti memompa naik turun, sebagai gantinya pantatku aku putar beberapa kali. Aku bisa rasakan kepala penisku mengorek seluruh dinding liang kewanitaan Yuni. Mulut Yuni terbuka tanpa mengeluarkan suara apa pun. Matanya terpejam rapat dan tubuhnya menggigil hebat. Kami dalam kondisi demikian sampai beberapa saat.
Kemudian berangsur Yuni membuka matanya. Dari dekat dipandangnya aku, ada sedikit senyum tersungging di bibirnya yg manis itu. Di kecupnya pipi kiriku dgn mesra, di dekat telingaku dia berbisik,
"Ben ... sorry aku duluan ... ndak tahan aku Ben ... makasih .."
Saat itu juga aku rasakan kenikmatan bathin yg tak terperikan. Ungkapan kepuasan tulus dari Yuni merupakan kenikmatan bagi aku. Dan kenikmatan bathin ini memicu birahiku semakin kuat.
Aku cium mesra bibir Yuni dgn perasaan lega luar biasa.
"Kamu belum keluar ya Ben ... keluarin dong .... tapi jangan di dalam ya .."
Yuni tak perlu menjelaskan lebih lanjut, aku sangat mengerti kemana arah pembicaraannya. Pelan² aku cabut penisku yg semakin menegang dari tubuhnya. Tangan Yuni segera menyambutnya. dibelainya batang penisku dgn lembut. Pelan² mulai di kocoknya. Aku sudah berubah posisi. Aku berlutut sambil duduk dgn ringan di atas perut Yuni. Berat badanku aku topangkan di kedua lututku supaya tidak memberati Yuni.
Yuni terus mengocok lembut batang kejantananku. Aku makin terhanyut dalam permainan tangan Yuni. Aku bantu sedikit dengan memajumundurkan pantatku. Entah berapa lama kami dalam posisi ini. Klimaksku aku rasakan semakin mendekat. Nafasku semakin memburu, rupanya Yuni juga bukan orang awam dlm permaian seks. Dia bisa membaca tanda² seorang lelaki yg mau mencapai orgasme.
Tangannya membimbing batang penis ke arah lembah di antara kedua bukit dadanya. aku harus memajukan posisiku beberapa inci. Ketika batang penisku sudah tepat berada di tengah kedua buah dadanya, kedua tangan Yuni mengatupkan kedua bukitnya yg indah sehingga batang penisku terjepit. Aku tahu apa yg dikehendaki Yuni. Aku pun segera mengayun pantatku maju mundur. Batang kejantananku ter-gesek² kulit buah dada Yuni yg padat itu. Sensasi yg aku rasakan tak bisa digambarkan dgn kata². Yuni mengimbangi dgn remasan² dan himpitan pada kedua payudaranya.
Gerakan pantatku semakin kuat. Aku tahu dlm beberapa detik ke depan aku akan mengalami kenikmatan yg tiada taranya. Pantatku terus maju mundur. Penisku terus meng-gesek² buah dada Yuni. Mata Yuni terus memperhatikan kepala penisku yg hilang timbul dari antara himpitan buah dadanya. Mulut Yuni terbuka dan lidahnya sudah terjulur menanti air kenikmatanku. Akhirnya datang juga klimaksku.
"Aaaaaaaarrrrrrgggghhhh .... crotttt croooot crooot"
Air maniku menyembur kuat membasahi wajah Yuni, sebagian masuk ke dalam mulutnya yg memang menganga lebar, sebagian menetes di lidahnya yg masih terjulur dan sisanya meleleh di leher dan dada Yuni. Aku merasakan kenikmatan dan sensasi yg luar biasa. Dgn perlahan aku turun dari atas perut Yuni. Aku lihat Yuni sedang menjilati bibirnya membersihkan air maniku dgn lidahnya. Tampak beberapa kali Yuni menelan sesuatu. Matanya terpejam penuh kepuasan. Rupanya dia sangat senang bisa membahagiakan aku.
Aku kecup kening Yuni sambil aku berbaring di sisinya.
"Yun .... aku puas sekali ... makasih ..."
Yuni hanya membalas dgn pandangan mesra dan senyuman tersungging di bibirnya. Beberapa tetes air maniku masih menghisasi hidung dan pipi Yuni semakin menambah kecantikannya.
Kami masuk kamar mandi bersama dalam kondisi bugil. Kami saling membersihkan diri dgn air yg terasa sangat dingin dan sabun. Yuni dgn telaten dan lembut menggosokkan sabun ke seluruh tubuhku. Aku pun melakukan hal yg sama terhadap Yuni. Di bawah sinar terang lampu kamar mandi, aku semakin bisa menikmati tubuh putih mulus Yuni yg betul² indah. Putingnya yg sudah tak sekeras tadi ternyata berwarna coklat muda, lingkaran gelap yg biasa ada di sekitar puting wanita hampir tak terlihat karena sewarna dgn kulitnya yg putih. Mungkin inilah payudara terindah yg pernah aku jamah.
Kemaluan Yuni yg tidak ditumbuhi selembar rambut pun semakin terlihat menggairahkan dlm cahaya terang itu. Saat menggosok bagian ini dgn sabun sengaja aku agak ber-lama². Gairah kami kembali timbul di kamar mandi itu. Sayang hawa dan air mandi yg sangat dingin membuat kami mengurungkan niat untuk bercinta disitu. Kami segera membersihkan diri dan mengeringkan badan kami dgn handuk yg dibawa Yuni.
Dalam kamar Yuni kami mengenakan kembali pakaian kami. Aku dipinjami T-shirt longgar oleh Yuni.
"Pakai ini aja Ben ... bajumu kan sudah kotor dipakai seharian."
Yuni kembali mengenakan kaos ketatnya yg tadi, kali ini dia tdk memakai BH. Bentuk tubuhnya semakin tampak sempurna.
"Ben ... laper nih ... Yuni gorengin telur ya, kita makan bareng."
Tanpa menunggu persetujuanku Yuni sudah berkelebat keluar kamar. Aku segera menyusul Yuni ke dapur. Yuni menggoreng telur mata sapi sambil aku rangkul dan rambutnya aku ciumi. Kami duduk berhimpitan di satu kursi dan makan bersama dari satu piring. Kalau ingat kejadian itu aku suka tertawa sendiri. Abisnya mirip lagu dangdut "Sepiring Berdua". Kami saling suap, atau lebih tepatnya Yuni menyuapi aku. Suasananya sungguh romantis. Sesekali kami saling kecup di pipi.
Selesai makan kami duduk² di sofa sambil berdekapan. Kami saling ngobrol membicarakan pengalaman indah yg baru kami alami bersama. Dlm hal seks Yuni orangnya cukup terbuka, dia sama sekali tdk canggung membicarakan apa yg dia sukai saat bercinta. Rupanya kami sama² penikmat seks, bukan sekedar pelahap seks. Bagi kami seks bukan sekedar palampiasan birahi tapi lebih kepada sesuatu yg untuk dinikmati. Mungkin ada sekitar setengah jam kami ngobrol kemudian Yuni mengajak berbaring di kamarnya.
Kami meneruskan obrolan kami sambil berbaring berdampingan. Semuanya berjalan begitu alami dan apa adanya. Tanpa terasa kami sudah saling berpelukan dan berciuman. Sangat lembut dan mesra jauh dari gelora gejolak birahi. Tanpa kami sadari kami berdua sudah kembali telanjang bulat sambil masih berpelukan dan bercumbu.
Tubuh Yuni berbaring tengkurap, punggung dan pantatnya yg padat berisi dan mulus, membentuk bayangan yg sangat indah di temaram lampu kecil itu. Aku mulai menciumi punggung Yuni. Aku mulai dari tengkuknya, lidahku terus menari ke bawah menuju puncak bukit pantatnya. Begitu terus aku lakukan ber-ulang² sampai seluruh permukaan punggung dan pantat Yuni tak ada yg tak terjamah cimuanku. Sesekali aku gigit lembut bukit pantat Yuni yg merangsang itu.
"Sssssshhhh ...... shhhhhh ..... shhhhhh ..."
Desahan lembut Yuni mulai kembali terdengar. Tanpa teriakan dan lenguhan histeris justru menambah romantisnya suasana saat itu.
Kemudian aku agak merubah strategi. Kali ini aku ciumi betis belakang Yuni terus naik ke pantatnya. Ini aku lakukan ber-kali² di kedua kakinya. Desahan Yuni menjadi sedikit lebih kuat diiringi gerakan meronta manja.
Dgn dorongan lembut tanganku aku minta Yuni berbaring telentang. Aku kembali menciumi seluruh
tubuh Yuni kali ini dari depan. Mulai dari lehernya yg jenjang, turun ke dadanya, aku berhenti sejenak di kedua putingnya untuk melakukan hisapan lembut, terus turun lagi ke perutnya sampai daerah kemaluannya. Begitu seterusnya. di beberapa bagian Yuni tampak menggelinjang kegelian.
Aku berlutut di kasur di sisi kanan Yuni, jari kananku mulai aku gosok²kan ke organ kewanitaannya yg sudah mulai licin berlendir. Tangan kiriku mulai meraba dan meremas buah dada Yuni yg kembali sudah menegang. Yuni kembali menggelinjang penuh kenikmatan. Mulutnya sedikit terbuka dan desahan erotis kembali terdengar.
"Ssssshhh ... sssshhhhh ... ssshhhh ..."
Kemudian tangan kanan Yuni mulai me-raba² mencari batang kemaluanku yg juga sudah kaku. Dibelainya dgn lembut dan dikocoknya perlahan. Kedua tanganku masih aktif di kemaluan dan buah dadanya. Tangan Yuni menggamit pantatku dan menariknya ke dekat mukanya. Aku beringsut sedikit sehingga selangkanganku tepat di kanan wajah Yuni.
Mulut Yuni mendekat dan langsung mencium dan mengulum penisku. Perlahan dimasukkannya penisku ke dalam mulutnya sambil dihisapnya lembut. Kemudian dgn lidahnya yg lincah dia mulai menggelitik kepala penisku. Sudah banyak wanita yg pernah menghisap penisku dan masing² punya gaya tersendiri. Apa yg Yuni lakukan merupakan hal baru buatku. Entah bagaimana caranya, lidahnya bisa melakukan gerakan melingkari leher penisku. Dia laukkan terus menerus dan ber-ulang² sambil disedotnya lembut. Apa yg Yuni lakukan merupakan hal yg unik dan sensasinya sungguh luar biasa. Kepala dan leher penisku yg paling sensitif se-akan² berada dlm pusaran air yg berputar lambat² dan teratur.
"Yun ..... oh ... nikmat ... Yun ..."
Sementara itu aku pegang tangan kiri Yuni, aku arahkan jarinya yg lentik ke arah kemaluannya. Sambil aku pegang, aku bimbing jari kiri Yuni untuk meng-gosok² klitorisnya sendiri. Beberapa detik Yuni tampak mencoba menarik tangan kirinya, tapi setelah dia rasakan nikmatnya gesekan jarinya di klitorisnya akhirnya tanpa bimbingan lagi dia bisa menikmatinya sendiri. Tangan kananku sekarang bebas untuk meremas payudara Yuni dan memelintir putingnya.
Beberapa saat kami dalam posisi ini. Tangan kiri Yuni melakukan masturbasi di kemaluannya, tangan kanannya meremas lembut kantong bijiku dan mulutnya sibuk melayani penisku. Tangan kiriku mengelus rambut Yuni dan tangan kananku masih beraksi di buah dada Yuni kiri kanan bergantian. Tubuh Yuni aku rasakan semakin menegang, tandanya dia sudah siap untuk melangkah lebih jauh.
Aku cabut penisku dari mulut Yuni. Dia dgn enggan melepaskannya dari hisapannya. Aku bangkit berdiri dan mengambil dompet dari saku celanaku. Aku comot sebungkus kondom dari sana dan aku sobek bungkusnya. Aku lihat Yuni masih menikmati masturbasinya sendiri dia tidak begitu memperhatikan apa yg aku lakukan.
"Aku pakai ini ya Yun ..."
Yuni hanya mengangguk lemah sambil matanya sedikit terpejam menahan nikmat dari gesekan jarinya sendiri. Aku pakaikan kondom ke penisku yg sudah menegang sampai ukuran maksimalnya.
Dgn kedua tanganku aku balikkan badan Yuni sehingga dia sekarang telungkup. Jari² kirinya tak lepas dari klitorisnya, rupanya dia sangat menikmati itu. Perlahan aku angkat sedikit pantat Yuni sehingga dia di posisi agak nungging. Dari belakang dgn lembut aku arahkan penisku ke liang kewanitaannya. kemudian aku benamkan seluruh senjataku ke dalamnya. Perlahan aku turunkan badanku menindih punggung Yuni. Aku tekan selangkanganku ke pantat Yuni yg padat berisi itu. Dari balik karet kondom yg tipis aku bisa rasakan kepala penisku menyodok dinding liang senggama Yuni.
"Arrrghhhh ... shhh ... shhhh shhhhh ..."
Yuni sedikit mengerang, membuatku agak kaget krn ini pertama kali Yuni bersuara cukup keras selama kami bercinta.
"Sakit Yun?"
Aku lihat kepala Yuni yg sudah bertumpu d bantal menggeleng lemah sambil nafasnya kembali mendesah. Aku merasa lega, ternyata tadi erangan nikmat dari Yuni. Sekarang dgn lebih santai aku tindih punggung Yuni, Kepala Yuni menengok ke kanan, pipinya menempel pada bantal. Aku cium belakang telinga Yuni sambil aku gigit sedikit daun telinganya. Selangkanganku aku tempelkan ketat ke pantat Yuni dan aku diamkan seperti itu. Aku rasakan gosokan jari Yuni di klitorisnya semakin menguat dan cepat. Aku tahu Yuni sudah hampir mencapai klimaksnya. Dgn mesra aku bisikan di telinganya.
"Terus Yun ... nikmati Yun .... ndak usah tunggu aku ... jangan di tahan Yun .. nikmati saja .. semua ini untuk kamu Yun ..."
Yuni hanya menjawab dgn desahan
"Ssssshhh ... shhhhhh.... shhhhh ..."
Aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur, otomatis batang kemaluanku pun bergerak menggesek dinding liang kenikmatan Yuni. Aku tahu pertahanan Yuni sudah hampir ambrol. Dugaanku tak keliru. Beberapa detik kemudian aku rasakan tubuh Yuni menegang, jarinya yg menggosok klitorisnya sendiri pun sudah diam seperti patung. Kedua kakinya mengatup keras, aku semakin membenamkan senjataku ke tubuh Yuni dan ....
"Ben! ... Ohhhhhhhh .... shhhh .... shhhhh .. shhhhh ..."
Karet kondom yg aku gunakan menghalangi aku untuk merasakan lendir Yuni yg meleleh dalam liang kemaluannya. Aku hanya merasakan otot Yuni semakin mencengkeram penisku dan ada rasa hangat di kemaluanku. Yuni sudah mencapai orgasmenya.
Aku masih terus diam, hanya menciumi balakang leher Yuni sambil sesekali menjilat telinga Yuni. Beberapa saat kemudian otot Yuni mulai melemas. Cengkeramannya di penisku sudah tidak terasa lagi.
"Nikmat ya Yun ..... "
"He eh .... Ben .... "
Aku mulai menggerakkan pantatku lagi. Kali ini gerakanku aku atur supaya tidak terlalu cepat. Tubuh Yuni mulai bereaksi, pantatnya digoyang memutar mengimbangi gerakanku. Jari Yuni pun kembali memainkan klitorisnya. Entah berapa lama kami dalam posisi ini.
Semakin lama gerakan kami semakin cepat. Pertahananku juga sudah mulai goyah. Kami semakin giat bergerak. Aku tahu Yuni juga sudah mau mendapat kenikmatannya yg kedua. Tubuhku semakin aku rapatkan ke punggung Yuni.
"Aku sudah hampir keluar Yun ... ayo Yun ... nikmati lagi ..."
Seperti biasa Yuni hanya menjawab dgn desahan yg menggiurkan
"SSSShhhh ...... ssshhhhhh .... sssshhhhhhh ..."
Namun jawaban itu sudah cukup buatku. Aku memacu selangkanganku semakin kuat dan cepat sampai akhirnya tanggulku jebol diterjang air kenikmatanku.
"Yun ... ahhhhh .. ahhhhh .. crooooot crooooot ..."
Tubuh Yuni kembali kaku seperti tadi, tubuhnya menggigil dan tiba² diam seperti arca dgn seluruh ototnya menegang.
"SSSSSSSSSSSSSSSSHHHHHHHHHHH .... SSSSSSSSSSSHHHHHHHHHHH ...."
Akhirnya kami mencapai puncak kebahagiaan ber-sama². Aku tunggu sampai tubuh Yuni kembali melemas barulah aku cabut penisku dgn pelan dan aku berbaring di sisi Yuni. Sedetik kemudian Yuni memelukku dan menghujani ciuman di seluruh wajahku.
"Ben .... Yuni betul² puas ... belum pernah Yuni merasakan yg seperti tadi .... makasih Ben .. makasih."
Dia kembali menciumi seluruh wajahku.
"Yun ... aku juga puas banget .... lahir bathin .... makasih Yun ..."
Sejujurnya aku benar² merasakan kenikmatan lahir bathin yg masih aku kenang sampai sekarang. Sejak itu hubunganku dgn Yuni jadi agak aneh. Kami rutin melakukan kegiatan seks dan mendaki puncak kenikmatan bersama tapi kami tak pernah menjadi kekasih, tetap menjadi teman baik. Bahkan di muka umum bergandengan tangan pun kami tak pernah. Mungkinkah ini apa yg sekarang disebut sebagai TTM, teman tapi mesra? Hubungan ini kami lakukan selama lebih dari setahun sampai kami sama² selesai kuliah dan aku kembali ke kota asalku dan Yuni menjalin percintaan dgn pria lain.
Secara fisik Yuni cukup menarik. Wajahnya berbentuk oval dan manis. Tidak terlalu cantik tapi jelas tidak bisa dikatakan jelek. Tingginya sekitar 160 cm, beratnya seimbang. Rambutnya dipotong pendek dgn poni di dahinya. Kulitnya cukup putih untuk ukuran orang Indonesia. Pokoknya tidak memalukan lah kalau kita ajak jalan dia di tempat umum. Sayang ada satu kekurangannya, Yuni kurang bisa bersolek, kesannya malah agak tomboy. Ke-mana² dia hampir selalu pakai celana jeans dgn kemeja agak longgar. Padahal perilakunya sangat feminin, jadi agak kontras dan kurang cocok.
Sore itu aku sedang mengerjakan tugas di perpustakaan kampus. Yuni juga kebetulan ada disana, tapi dia di meja lain dgn beberapa teman. Aku asyik mengerjakan tugasku sendiri sehingga aku tidak memperhatikannya. Tiba² ada orang yg duduk di seberang meja. Aku lihat ternyata Yuni.
"Ngerjain apa Ben? Kok asyik banget"
"Eh ... ini tugas makalah metodologi. Kamu udah selesai Yun?"
"Yuni mah udah kelar kemarin²."
"Enak dong udah bisa santai, aku juga udah hampir selesai kok."
"Ben ke kantin yuk ... haus nih."
Aku bereskan kertas² tugasku lalu aku kembalikan buku² referensi ke raknya. Kami berdua berjalan bareng ke kantin. Obrolan kami lanjutkan di kantin sambil minum.
"Yun, aku kok udah lama ndak liat kamu sama Mas Robby. Kemana dia?"
Mas Robby adalah pacar Yuni. Dia sudah bekerja tapi biasanya suka menjemput Yuni di kampus. Aku tidak terlalu kenal dia cuman sebatas "say hello" saja.
Mendengar pertanyaanku tadi Yuni cuma menghela napas panjang. Wajahnya yg manis tiba² tampak muram. Dgn agak lirih dia menjawab,
"Kami sudah putus Ben."
"Oh ... sorry Yun. Kalau boleh tahu, kenapa Yun?"
Yuni kembali menghela napas panjang. Aku tahu mereka sudah pacaran cukup lama, mungkin ada lebih dari 3 thn. Jadi aku tahu bagaimana perasaan Yuni saat itu. Pasti berat buat dia.
Akhirnya Yuni bercerita kalau Mas Robby ternyata dekat dgn wanita lain. Ketika Yuni minta penjelasan dari dia ternyata Mas Robby malah marah². Akhirnya dua minggu yg lalu Yuni tidak mau lagi ketemu dgn dia. Sungguh malang nasib Yuni, padahal mereka sudah begitu dekat dan mereka sudah melakukan hubungan layaknya suami istri. Secara eksplisit memang Yuni tdk pernah bicara ttg hal ini kepadaku, tapi dari gelagatnya aku yakin itu.
Pembicaraan kami sore itu jadi melankolis dan kelabu. Seperti mendung kelabu yg menggelayut di langit. Satu hal yg aku kagumi dari Yuni, dia begitu tegar menerima kenyataan ini. Tak ada setitik air mata pun yg mengambang di matanya saat menceritakan perpisahannya dgn Mas Robby.
Langit sudah agak gelap pertanda datangnya senja ketika kami keluar dari kantin untuk pulang. Aku tawarkan Yuni untuk mengantarnya pulang dan dia setuju. Dalam perjalanan pulang, Yuni yg duduk di boncengan motorku tak berkata sepatah pun. Kami pun sampai di rumah Yuni.
"Masuk dulu yuk Ben," ajak Yuni sambil membuka kunci pintu rumahnya.
Beberapa kali aku pernah mengantar pulang Yuni tapi aku tidak pernah mampir ke rumah Yuni. Kali ini kebetulan aku kebelet kencing, jadi aku mau diajak masuk rumahnya.
"Aku mau numpang ke kamar mandi Yun."
"Disitu Ben," Yuni menunjuk ke salah satu pintu.
Aku segera menuntaskan urusanku di kamar mandi. Rumah Yuni sangat sederhana tapi sangat bersih dan tertata rapi. Keluarga Yuni memang bukan golongan orang yg berada. Senja itu suasana rumah Yuni sepi² saja.
"Kok ndak ada orang Yun. Orangtuamu kemana?"
"Sudah 2 hari di rumah Mbak Dewi di Solo. Dia kan baru saja melahirkan anak pertama."
Yuni pernah cerita kalau dia hanya dua bersaudara. Kakaknya, Mbak Dewi, sudah menikah dan tinggal di Solo. Jadi saat itu Yuni sendirian di rumah.
Aku baru saja hendak berpamitan dgn Yuni ketika tiba² mendung tebal yg sedari tadi menggantung di langit turun menjadi hujan yg cukup lebat.
"Pulang ntar aja Ben, Hujan tuh. Yuni bikinin kopi ya."
Tanpa menunggu jawabanku Yuni segera ke dapur dan aku dengar detingan cangkir beradu dgn sendok. Aku duduk di sofa di ruang tamu yg sekaligus berfungsi sebagai ruang keluarga itu. Tak berapa lama Yuni muncul dgn secangkir kopi yg masih mengebul di tangannya.
"Kamu ngopi dulu Ben. Yuni mau mandi dulu bentar."
Yuni kembali ke dalam dan sejenak kemudian aku dengar deburan air di kamar mandi. Aku duduk santai sambil menghirup kopi hangat yg dibuatkan Yuni. Di luar hujan semakin bertambah lebat sambil sesekali terdengar bunyi guruh di kejauhan. Suasana sudah bertambah gelap, apalagi lampu rumah belum dihidupkan.
Tiba² lampu jadi hidup terang benderang menerangi ruang tamu itu. Ternyata Yuni yg telah selesai mandi menghidupkan lampu. Aku menatap Yuni dgn pangling. Sekarang dia mengenakan kaos ketat berwarna biru tua dipadu dgn celana pendek yg sewarna. Aku melihat Yuni yg lain dari yg aku kenal. Kaos ketatnya memperlihatkan lekuk tubuhnya yg nyaris sempurna yg biasanya tersembunyi di balik kemeja longgarnya. Kulit pahanya yg putih mulus biasanya terbungkus celana jeans. Tanpa aku sadari dari mulutku terlontar kata,
"Kamu cakep dan seksi sekali Yun."
Yuni tampak tersipu mendengar kata²ku. Dia sedikit tersenyum, guratan kepedihan sudah tak tampak lagi di wajahnya.
"Ngerayu apa ngerayu nih ...," Yuni mencoba menutupi ketersipuannya dgn canda.
"Bener kok Yun ... kamu cakep banget."
Yuni duduk di sofa di ujung yg lain. Kebetulan aku duduk di ujung sofa yg dekat dgn bagian dalam rumah, sedang Yuni di ujung satunya yg dekat pintu. Kami duduk ngobrol sambil mataku tak hentinya mengagumi kemolekan tubuh Yuni. Yuni pun kayaknya suka aku perhatikan seperti itu. Entah sengaja atau tidak, kakinya disilangkan sehingga pahanya yg mulus makin tampak jelas.
Kami masih ngobrol ngalor ngidul ketika kami dikagetkan dgn bunyi guntur yg begitu keras. Seketika itu pula suasana jadi gelap gulita. Ternyata listrik mati. Secara reflek aku berdiri. Aku beranjak ke pintu hendak menyalakan lampu motorku yg aku parkir di teras untuk menerangi sementara. Belum selangkah aku beranjak, aku merasakan tubrukan dgn tubuh Yuni yg ternyata juga sudah berdiri hendak masuk ke dalam.
Tubrukan itu pelan saja sebenarnya, tapi krn terkejut Yuni jatuh tertelentang di sofa dgn kakinya menjuntai ke lantai. Aku pun kehilangan keseimbangan dan menindih tubuh Yuni. Untung siku kiriku masih sempat berjaga di sandaran sofa sehingga Yuni tidak tertindih seluruh berat tubuhku.
Aku rasakan tubuh hangat Yuni menempel di tubuhku. Tanpa sadar dan semuanya terjadi begitu tiba², aku peluk Yuni sambil kukecup keningnya dgn lembut. Yuni tidak bereaksi menolak, dia malah melingkarkan kedua lengannya ke leherku. Aku cium lembut pipi kiri Yuni, dia pun membalas mencium pipi kananku tak kalah lembutnya. Dalam gelap gulita itu, secara alami dan terjadi begitu saja, bibir kami saling bertemu.
Aku cium bibir Yuni dgn sangat lembut. Tidak ada penolakan dari Yuni, dia malah membalas mengulum bibirku. Bibir kami saling berpautan dan melepaskan kemesraan. Aku mulai berinisiatif menjulurkan lidahku dan membelai gigi seri Yuni. Yuni pun membuka mulutnya lebih lebar dan menjulurkan lidahnya saling beradu dgn lidahku. Kami terus berciuman dalam gelap. Petir yg me-nyambar² sudah tidak kami hiraukan lagi. Lidah Yuni yg masih menjulur ke mulutku aku kulum dgn mesra. Sesaat ganti Yuni yg mengulum lidahku.
Entah berapa lama kami saling menikmati ciuman mesra itu. Rasanya aku sangat ingin kejadian itu berlangsung selamanya. Perlahan aku alihkan sasaran ciumanku. Aku mulai menciumi bagian bawah dagu Yuni. Kemudian secara sangat perlahan ciumanku mengarah ke lehernya yg jenjang itu. Aku tidak bisa melihat reaksi Yuni karena gelap, yg aku rasakan hanya belaian lembut di rambutku. Belakang telinga kanan Yuni aku ciumi dgn mesra sambil sesekali aku gigit lembut daun telinganya. Yuni sedikit meronta kegelian.
Dia bereaksi dgn mendengus pelan di dekat telinga kananku. Hembusan nafasnya membuat aku kegelian. Lalu aku rasakan benda lembut yg hangat menggelitik lubang telingaku. Ternyata itu lidah Yuni. Sungguh geli rasanya tapi sangat menggairahkan. Bagi yg belum pernah mengalaminya sendiri tentu susah menggambarkannya. Kami masih saling menggelitik telinga dgn lidah.
Aku agak mengangkat tubuh sedikit ketika tangan Yuni aku rasakan mencari ruang untuk membuka kancing kemejaku. Dalam posisi sulit dan gelap seperti itu Yuni berhasil membuka dua kancing kemejaku yg paling atas. Dia agak merubah posisi sehingga kepalanya tepat berada di bawah dadaku yg sudah terbuka sebagian. Dgn lembut Yuni mulai menciumi dadaku. Tangannya sambil beraksi membuka semua kancing kemejaku. Sekarang dadaku sudah terbuka lebar tanpa terhalang kemeja yg masih aku pakai. Jari² lembut Yuni mulai menggerayangi punggungku. Bibirnya masih menciumi seluruh permukaan dadaku.
Aku agak meronta kegelian ketika kedua bibir Yuni mengulum puting kiriku. Aku belum pernah diperlakukan seperti ini oleh wanita manapun. Biasanya aku yg melakukan ini terhadap wanita. Sensasinya sungguh sulit di gambarkan. Birahiku mulai bangkit. Tangan kananku mulai meremas lembut payudara kiri Yuni dari luar kaosnya. Buah dada Yuni terasa sangat kenyal dan padat.
Yuni terus menciumi, menjilati dan mengulum kedua putingku, menghantarkan kegelian dan rangsangan ke seluruh tubuhku. Aku masih me-remas² buah dada Yuni. Waktu terus berlalu tanpa kami sadari.
Tiba² mata kami dibutakan oleh terang yg menerpa retina kami. Ternyata listrik telah hidup kembali. Secara reflek kami melepaskan diri satu sama lain. Sambil mengerjapkan mata aku berdiri dan melihat Yuni masih dalam posisi seperti tadi, telentang di sofa dgn kaki menjuntai di lantai. Yuni menatapku dgn penuh kemesraan, tatapan yg belum pernah aku lihat di mata Yuni ditujukan kepadaku. Untuk sesaat aku tak tahu harus berbuat apa.
"Di kamarku aja yuk Ben." Suara Yuni memecah kebuntuanku.
Yuni bangkit menutup pintu depan dan kami berjalan bergandengan tangan masuk kamar Yuni. Yuni mematikan lampu utama kamarnya lalu ke meja riasnya dan menghidupkan lampu kecil disana. Suasana jadi agak temaram dan makin syahdu.
Kali ini aku ambil inisiatif. Aku peluk Yuni dari depan, aku cium lembut bibirnya. Tanganku memeluk punggungnya. Dengan ibu jari dan jari tengah tangan kananku aku pegang kaitan BH Yuni dari luar kaosnya, dgn gerakan sedikit mengatup dan memelintir lepaslah kaitan BH Yuni. Sepertinya Yuni cukup terkesan dgn "keahlianku", dia makin mempererat pelukannya sambil mulut kami masih saling berpagut.
Dengan lembut tangan kiriku aku selipkan di balik tepi bawah kaos Yuni lalu aku raba punggungnya. Aku belai² punggung Yuni yg rata, aku nikmati kehalusan kulitnya yg seperti sutera itu. Yuni sedikit meronta sehingga aku melepaskan pelukanku. Kesempatan itu digunakannya untuk melepas kemejaku dgn kedua tangannya. Tak ku sia² peluang itu, aku pun menggamit tepi bawah kaos Yuni menariknya ke atas bersama dgn BH hitam yg sudah lepas kaitannya. Sedetik kemudian kami berdua sudah bertelanjang dada.
Apa yg aku lihat di hadapanku sungguh luar biasa. Sepasang payudara yg benar² indah bentuknya. Penerangan lampu yg redup makin memepertegas silhouette dari buah dada yg padat berisi. Putingnya yg kecil dan bulat menyembul di puncak bukit yg menantang itu. Harus aku akui bahwa sampai saat itu payudara Yuni adalah yg terindah yg pernah aku lihat. Ukurannya tidak terlalu besar meskipun tidak bisa dikatakan kecil. Tapi bentuknya sungguh luar biasa. Seperti sepasang mangkuk yg ditangkupkan di dada tanpa ada kesan melorot sedikit pun.
Rupanya Yuni sadar kalau aku sedang mengagumi payudaranya. Tanpa canggung dia menyangga buah dada kanannya dgn telapak kirinya sambil lengannya menyangga yg kakan. Dgn jari² yg menangkup di dekatkannya kedua bukit indahnya. Tangan kanannya terangkat diletakkan di belakang lehernya. Tubuhnya sedikit meliuk ke belakang. Gerakan ini makin mempertegas keindahan bentuk buah dadanya. Ditambah terpaan sinar lampu lembut dari arah samping, sungguh pemandangan yg tidak pernah aku lupakan sampai hari ini. Tanpa sepatah kata pun terucap dari mulut Yuni, tapi aku tahu dalam hati dia pasti berkata: "Nikmatilah pemandangan indah buah dadaku Ben."
Sebenarnya aku masih ingin terus menikmati pemandangan itu, tapi aku tahu aku harus mulai berbuat sesuatu. Aku duduk di tepi ranjang Yuni, aku tarik Yuni mendekat sehingga dadanya tepat ada di hadapanku. Aku ciumi buah dada Yuni secara bergantian. Kadang aku katupkan kedua bibirku di putingnya dan aku pelintir dgn gerakan bibirku ke kiri dan kanan. Yuni menggelinjang penuh kenikmatan. Tangannya me-remas² rambut di kepalaku. Dadanya semakin dibusungkan tanda dia menikmati apa yg aku lakukan.
Aku perhatikan ternyata Yuni bukan orang yg "ribut" kala bercinta. Mulutnya tidak bersuara apa² kecuali desahan lembut nafasnya yg semakin cepat.
"sssssshhhhh .... sssshhhhh .... ssssshhhhhh"
Kedua tanganku me-remas² kedua buah dada Yuni dan mulutku masih sibuk dgn putingnya. Liukan tubuh Yuni semakin menggila tanda rangsanganku semakin tak bisa ditahannya. Sambil masih mengulum putingnya, tanganku menggapai kancing celana pendeknya. Tanpa banyak kesulitan aku berhasil membuka kancing itu krn Yuni juga membantu dgn mengecilkan perutnya sehingga tugasku semakin mudah. Perlahan aku turunkan ritsleting celananya terus aku tarik ke bawah sampai celana pendek Yuni terlepas dan tersangkut di kedua lututnya.
Ternyata Yuni mengenakan CD model mini berwarna hitam, semakin mempertegas warna putih mulus paha dan perutnya. Aku raba lembut bagian depan CD nya, rasanya sudah sangat lembab dgn lendir yg pasti sudah membanjir di kemaluannya. Aku bukan type orang yg ter-buru². Masih dari luar CD nya, aku belai lembut bukit kecil yg menggelembung di dalamnya. Aku tekan² bagian tengahnya dgn jariku. Yuni semakin menggelinjang tanpa mengeluarkan suara apa pun. Hanya desah nafasnya semakin keras dan kuat.
"SSSSHHHHHH .... SSSSSSHHHHHHH .... SSHHHHHHHH ..."
Rupa²nya Yuni sudah tidak tahan lagi atas rangsanganku. Dengan kedua tangannya dia renggut CD nya, lalu dia pelorotkan bersama dengan celana pendeknya. Kedua kakinya melangkah bergantian melepaskan kain terakhir yg menutupi tubuh indahnya. Yuni sudah berdiri bugil di hadapanku. Dalam keremangan cahaya, aku lihat bukit kemaluan Yuni yg padat menggembung tanpa sehelai bulu pun disana! Satu lagi pemandangan nan indah yg belum pernah aku lihat sebelumnya.
Secara naluri, tanganku segera membelai lembut kewanitaan Yuni. Kemudian jari²ku mulai menggelitik sekitar lubang kemaluannya. Di sana sudah basah dgn lendir licin tanda Yuni sudah sangat terangsang. Sekali lagi aku tak mau ter-buru². Perlahan aku pegang mata kaki kiri Yuni dan aku bimbing untuk di naikkan ke tepi ranjang. Sekarang Yuni dalam posisi berdiri mengangkang dgn kaki kiri terangkat di tepi ranjang. Perlahan aku berlutut di hadapan Yuni. Dgn tangan kananku masih membelai kewanitaan Yuni, aku mulai menciumi bagian dalam paha kanan Yuni pelan² ke arah atas sampai ke selangkangannya.
Aku ulangi lagi dari mulai sekitar lutut terus ke atas sampai pangkal pahanya. Kadang² kulit paha Yuni yg mulus itu aku gigit lembut sehingga Yuni terjingkat kaget.
"Iiiiihh .... ssssshhhhhh .... sssssshhhhhh ..."
Tanganku masih terus membelai bukit kemaluannya sambil sedikit aku tekan dgn gerakan memutar. Yuni sudah menggelinjang tidak teratur. Kemudian aku ganti dgn pahanya yg kiri yg terangkat di tepi tempat tidur itu. Seluruh permukaan paha Yuni bagian dalam tak ada satu inci pun yg luput dari ciuman dan jilatanku.
"ssshhhhhh .... shhhhhh .... ssssssshhhhhhhhh ....."
Aku singkirkan tanganku dari kemaluan Yuni. Sekarang terlihat bibir bawah Yuni sudah merekah memperlihatkan liang kenikmatannya yg berwarna merah jambu itu. Aku dekatkan bibirku lalu aku mulai menciumi sekitar kemaluan Yuni. Baunya sungguh harum, bau sabun mandi yg dipakainya. Lidahku mulai menjalankan tugasnya. Lendir licin yg sudah menyelimuti sekitar liang senggama Yuni semakin mempermudah tugasku. Lidahku mulai menjulur masuk keluar lubang kewanitaannya sambil tanganku me-remas² pantatnya. Sesekali aku ganti variasi dgn menjilat dan mengulum klitoris Yuni yg terlihat membesar melebihi proporsinya. Desahan nafas Yuni semakin keras dan kadang berubah menjadi erangan. Goyangan tubuh Yuni semakin tak terkendali.
"SSSSHHHHHH ... SSSSSSSSSSHHHH .... GGGGGGHHHHHHH .... GGGGGHHHHHH ..."
Dari pengalamanku dgn berbagai wanita, aku tahu sudah saatnya melangkah ke jenjang selanjutnya. Aku tidak mau menyiksa Yuni lebih lama. Dgn gerakan tangan aku minta Yuni naik ke tempat tidurnya. Aku pun segera melepas celanaku. Batang kejantananku yg memang sudah berontak sedari tadi langsung bangkit berdiri. Aku lihat Yuni sudah telentang di tengah ranjang, kedua kakinya membuka lebar dan lututnya terangkat. Liang kenikmatannya terlihat mengkilap dengan lendir dan air liurku.
Aku segera naik ke ranjang. Sambil posisi merangkak aku bertumpu pada tangan kiriku dan kedua lututku. Tubuhku aku turunkan pelan² sampai batang kemaluanku persis di atas selangkangan Yuni. Dengan tangan kananku aku pegang batang penisku lalu dgn lembut kepalanya aku gosok² ke klitoris Yuni yg sudah membengkak itu. Yuni kembali mendesah dan mengerang.
"Sssssssshhhhh ... eeeeeeegggghhhh ... sssshhhhhhhh ..."
Aku tahu Yuni sudah mendekati klimaksnya. Dari pengalamanku dalam kondisi seperti ini, sedikit gesekan pada dinding liang senggama pasti akan memicu orgasme yg penuh kenikmatan. Dgn sangat perlahan aku dekatkan kepala penisku ke lubang kewanitaan Yuni dan aku turunkan tubuhku sehingga batang kejantananku mulai menerobos masuk organ kenikmatannya. Aku benamkan seluruh senjataku ke dalam gua Yuni yg sudah sangat basah itu. Kehangatan segera menyambut batang penisku. Perlahan aku pompa dgn gerakan naik turun yg teratur.
Tak sampai setengah menit aku rasakan tubuh Yuni mulai menegang. Pelukan tanggannya di punggungku semakin menguat. Aku memompa semakin cepat dan sesekali aku miringkan tubuhku sehingga kepala penisku semakin menggesek dinding liang senggama Yuni. Ternyata dugaanku tak keliru. Pertahanan Yuni ambrol saat itu juga, aku rasakan cairan hangat membasahi batang kemaluanku yg masih di dalam tubuh Yuni.
"Nikmati saja Yun ... terus Yun .. jangan ditahan .. nikmati Yun ...," aku bisikan dgn mesra di telinga Yuni.
'SSSSSsssssssssssssssshhhhhhhhhhhhhhhhh ...." Yuni menjawab dgn desahan panjang.
Batang penisku aku benamkan seluruhnya ke dalam lubang kenikmatan Yuni. Aku sudah berhenti memompa naik turun, sebagai gantinya pantatku aku putar beberapa kali. Aku bisa rasakan kepala penisku mengorek seluruh dinding liang kewanitaan Yuni. Mulut Yuni terbuka tanpa mengeluarkan suara apa pun. Matanya terpejam rapat dan tubuhnya menggigil hebat. Kami dalam kondisi demikian sampai beberapa saat.
Kemudian berangsur Yuni membuka matanya. Dari dekat dipandangnya aku, ada sedikit senyum tersungging di bibirnya yg manis itu. Di kecupnya pipi kiriku dgn mesra, di dekat telingaku dia berbisik,
"Ben ... sorry aku duluan ... ndak tahan aku Ben ... makasih .."
Saat itu juga aku rasakan kenikmatan bathin yg tak terperikan. Ungkapan kepuasan tulus dari Yuni merupakan kenikmatan bagi aku. Dan kenikmatan bathin ini memicu birahiku semakin kuat.
Aku cium mesra bibir Yuni dgn perasaan lega luar biasa.
"Kamu belum keluar ya Ben ... keluarin dong .... tapi jangan di dalam ya .."
Yuni tak perlu menjelaskan lebih lanjut, aku sangat mengerti kemana arah pembicaraannya. Pelan² aku cabut penisku yg semakin menegang dari tubuhnya. Tangan Yuni segera menyambutnya. dibelainya batang penisku dgn lembut. Pelan² mulai di kocoknya. Aku sudah berubah posisi. Aku berlutut sambil duduk dgn ringan di atas perut Yuni. Berat badanku aku topangkan di kedua lututku supaya tidak memberati Yuni.
Yuni terus mengocok lembut batang kejantananku. Aku makin terhanyut dalam permainan tangan Yuni. Aku bantu sedikit dengan memajumundurkan pantatku. Entah berapa lama kami dalam posisi ini. Klimaksku aku rasakan semakin mendekat. Nafasku semakin memburu, rupanya Yuni juga bukan orang awam dlm permaian seks. Dia bisa membaca tanda² seorang lelaki yg mau mencapai orgasme.
Tangannya membimbing batang penis ke arah lembah di antara kedua bukit dadanya. aku harus memajukan posisiku beberapa inci. Ketika batang penisku sudah tepat berada di tengah kedua buah dadanya, kedua tangan Yuni mengatupkan kedua bukitnya yg indah sehingga batang penisku terjepit. Aku tahu apa yg dikehendaki Yuni. Aku pun segera mengayun pantatku maju mundur. Batang kejantananku ter-gesek² kulit buah dada Yuni yg padat itu. Sensasi yg aku rasakan tak bisa digambarkan dgn kata². Yuni mengimbangi dgn remasan² dan himpitan pada kedua payudaranya.
Gerakan pantatku semakin kuat. Aku tahu dlm beberapa detik ke depan aku akan mengalami kenikmatan yg tiada taranya. Pantatku terus maju mundur. Penisku terus meng-gesek² buah dada Yuni. Mata Yuni terus memperhatikan kepala penisku yg hilang timbul dari antara himpitan buah dadanya. Mulut Yuni terbuka dan lidahnya sudah terjulur menanti air kenikmatanku. Akhirnya datang juga klimaksku.
"Aaaaaaaarrrrrrgggghhhh .... crotttt croooot crooot"
Air maniku menyembur kuat membasahi wajah Yuni, sebagian masuk ke dalam mulutnya yg memang menganga lebar, sebagian menetes di lidahnya yg masih terjulur dan sisanya meleleh di leher dan dada Yuni. Aku merasakan kenikmatan dan sensasi yg luar biasa. Dgn perlahan aku turun dari atas perut Yuni. Aku lihat Yuni sedang menjilati bibirnya membersihkan air maniku dgn lidahnya. Tampak beberapa kali Yuni menelan sesuatu. Matanya terpejam penuh kepuasan. Rupanya dia sangat senang bisa membahagiakan aku.
Aku kecup kening Yuni sambil aku berbaring di sisinya.
"Yun .... aku puas sekali ... makasih ..."
Yuni hanya membalas dgn pandangan mesra dan senyuman tersungging di bibirnya. Beberapa tetes air maniku masih menghisasi hidung dan pipi Yuni semakin menambah kecantikannya.
Kami masuk kamar mandi bersama dalam kondisi bugil. Kami saling membersihkan diri dgn air yg terasa sangat dingin dan sabun. Yuni dgn telaten dan lembut menggosokkan sabun ke seluruh tubuhku. Aku pun melakukan hal yg sama terhadap Yuni. Di bawah sinar terang lampu kamar mandi, aku semakin bisa menikmati tubuh putih mulus Yuni yg betul² indah. Putingnya yg sudah tak sekeras tadi ternyata berwarna coklat muda, lingkaran gelap yg biasa ada di sekitar puting wanita hampir tak terlihat karena sewarna dgn kulitnya yg putih. Mungkin inilah payudara terindah yg pernah aku jamah.
Kemaluan Yuni yg tidak ditumbuhi selembar rambut pun semakin terlihat menggairahkan dlm cahaya terang itu. Saat menggosok bagian ini dgn sabun sengaja aku agak ber-lama². Gairah kami kembali timbul di kamar mandi itu. Sayang hawa dan air mandi yg sangat dingin membuat kami mengurungkan niat untuk bercinta disitu. Kami segera membersihkan diri dan mengeringkan badan kami dgn handuk yg dibawa Yuni.
Dalam kamar Yuni kami mengenakan kembali pakaian kami. Aku dipinjami T-shirt longgar oleh Yuni.
"Pakai ini aja Ben ... bajumu kan sudah kotor dipakai seharian."
Yuni kembali mengenakan kaos ketatnya yg tadi, kali ini dia tdk memakai BH. Bentuk tubuhnya semakin tampak sempurna.
"Ben ... laper nih ... Yuni gorengin telur ya, kita makan bareng."
Tanpa menunggu persetujuanku Yuni sudah berkelebat keluar kamar. Aku segera menyusul Yuni ke dapur. Yuni menggoreng telur mata sapi sambil aku rangkul dan rambutnya aku ciumi. Kami duduk berhimpitan di satu kursi dan makan bersama dari satu piring. Kalau ingat kejadian itu aku suka tertawa sendiri. Abisnya mirip lagu dangdut "Sepiring Berdua". Kami saling suap, atau lebih tepatnya Yuni menyuapi aku. Suasananya sungguh romantis. Sesekali kami saling kecup di pipi.
Selesai makan kami duduk² di sofa sambil berdekapan. Kami saling ngobrol membicarakan pengalaman indah yg baru kami alami bersama. Dlm hal seks Yuni orangnya cukup terbuka, dia sama sekali tdk canggung membicarakan apa yg dia sukai saat bercinta. Rupanya kami sama² penikmat seks, bukan sekedar pelahap seks. Bagi kami seks bukan sekedar palampiasan birahi tapi lebih kepada sesuatu yg untuk dinikmati. Mungkin ada sekitar setengah jam kami ngobrol kemudian Yuni mengajak berbaring di kamarnya.
Kami meneruskan obrolan kami sambil berbaring berdampingan. Semuanya berjalan begitu alami dan apa adanya. Tanpa terasa kami sudah saling berpelukan dan berciuman. Sangat lembut dan mesra jauh dari gelora gejolak birahi. Tanpa kami sadari kami berdua sudah kembali telanjang bulat sambil masih berpelukan dan bercumbu.
Tubuh Yuni berbaring tengkurap, punggung dan pantatnya yg padat berisi dan mulus, membentuk bayangan yg sangat indah di temaram lampu kecil itu. Aku mulai menciumi punggung Yuni. Aku mulai dari tengkuknya, lidahku terus menari ke bawah menuju puncak bukit pantatnya. Begitu terus aku lakukan ber-ulang² sampai seluruh permukaan punggung dan pantat Yuni tak ada yg tak terjamah cimuanku. Sesekali aku gigit lembut bukit pantat Yuni yg merangsang itu.
"Sssssshhhh ...... shhhhhh ..... shhhhhh ..."
Desahan lembut Yuni mulai kembali terdengar. Tanpa teriakan dan lenguhan histeris justru menambah romantisnya suasana saat itu.
Kemudian aku agak merubah strategi. Kali ini aku ciumi betis belakang Yuni terus naik ke pantatnya. Ini aku lakukan ber-kali² di kedua kakinya. Desahan Yuni menjadi sedikit lebih kuat diiringi gerakan meronta manja.
Dgn dorongan lembut tanganku aku minta Yuni berbaring telentang. Aku kembali menciumi seluruh
tubuh Yuni kali ini dari depan. Mulai dari lehernya yg jenjang, turun ke dadanya, aku berhenti sejenak di kedua putingnya untuk melakukan hisapan lembut, terus turun lagi ke perutnya sampai daerah kemaluannya. Begitu seterusnya. di beberapa bagian Yuni tampak menggelinjang kegelian.
Aku berlutut di kasur di sisi kanan Yuni, jari kananku mulai aku gosok²kan ke organ kewanitaannya yg sudah mulai licin berlendir. Tangan kiriku mulai meraba dan meremas buah dada Yuni yg kembali sudah menegang. Yuni kembali menggelinjang penuh kenikmatan. Mulutnya sedikit terbuka dan desahan erotis kembali terdengar.
"Ssssshhh ... sssshhhhh ... ssshhhh ..."
Kemudian tangan kanan Yuni mulai me-raba² mencari batang kemaluanku yg juga sudah kaku. Dibelainya dgn lembut dan dikocoknya perlahan. Kedua tanganku masih aktif di kemaluan dan buah dadanya. Tangan Yuni menggamit pantatku dan menariknya ke dekat mukanya. Aku beringsut sedikit sehingga selangkanganku tepat di kanan wajah Yuni.
Mulut Yuni mendekat dan langsung mencium dan mengulum penisku. Perlahan dimasukkannya penisku ke dalam mulutnya sambil dihisapnya lembut. Kemudian dgn lidahnya yg lincah dia mulai menggelitik kepala penisku. Sudah banyak wanita yg pernah menghisap penisku dan masing² punya gaya tersendiri. Apa yg Yuni lakukan merupakan hal baru buatku. Entah bagaimana caranya, lidahnya bisa melakukan gerakan melingkari leher penisku. Dia laukkan terus menerus dan ber-ulang² sambil disedotnya lembut. Apa yg Yuni lakukan merupakan hal yg unik dan sensasinya sungguh luar biasa. Kepala dan leher penisku yg paling sensitif se-akan² berada dlm pusaran air yg berputar lambat² dan teratur.
"Yun ..... oh ... nikmat ... Yun ..."
Sementara itu aku pegang tangan kiri Yuni, aku arahkan jarinya yg lentik ke arah kemaluannya. Sambil aku pegang, aku bimbing jari kiri Yuni untuk meng-gosok² klitorisnya sendiri. Beberapa detik Yuni tampak mencoba menarik tangan kirinya, tapi setelah dia rasakan nikmatnya gesekan jarinya di klitorisnya akhirnya tanpa bimbingan lagi dia bisa menikmatinya sendiri. Tangan kananku sekarang bebas untuk meremas payudara Yuni dan memelintir putingnya.
Beberapa saat kami dalam posisi ini. Tangan kiri Yuni melakukan masturbasi di kemaluannya, tangan kanannya meremas lembut kantong bijiku dan mulutnya sibuk melayani penisku. Tangan kiriku mengelus rambut Yuni dan tangan kananku masih beraksi di buah dada Yuni kiri kanan bergantian. Tubuh Yuni aku rasakan semakin menegang, tandanya dia sudah siap untuk melangkah lebih jauh.
Aku cabut penisku dari mulut Yuni. Dia dgn enggan melepaskannya dari hisapannya. Aku bangkit berdiri dan mengambil dompet dari saku celanaku. Aku comot sebungkus kondom dari sana dan aku sobek bungkusnya. Aku lihat Yuni masih menikmati masturbasinya sendiri dia tidak begitu memperhatikan apa yg aku lakukan.
"Aku pakai ini ya Yun ..."
Yuni hanya mengangguk lemah sambil matanya sedikit terpejam menahan nikmat dari gesekan jarinya sendiri. Aku pakaikan kondom ke penisku yg sudah menegang sampai ukuran maksimalnya.
Dgn kedua tanganku aku balikkan badan Yuni sehingga dia sekarang telungkup. Jari² kirinya tak lepas dari klitorisnya, rupanya dia sangat menikmati itu. Perlahan aku angkat sedikit pantat Yuni sehingga dia di posisi agak nungging. Dari belakang dgn lembut aku arahkan penisku ke liang kewanitaannya. kemudian aku benamkan seluruh senjataku ke dalamnya. Perlahan aku turunkan badanku menindih punggung Yuni. Aku tekan selangkanganku ke pantat Yuni yg padat berisi itu. Dari balik karet kondom yg tipis aku bisa rasakan kepala penisku menyodok dinding liang senggama Yuni.
"Arrrghhhh ... shhh ... shhhh shhhhh ..."
Yuni sedikit mengerang, membuatku agak kaget krn ini pertama kali Yuni bersuara cukup keras selama kami bercinta.
"Sakit Yun?"
Aku lihat kepala Yuni yg sudah bertumpu d bantal menggeleng lemah sambil nafasnya kembali mendesah. Aku merasa lega, ternyata tadi erangan nikmat dari Yuni. Sekarang dgn lebih santai aku tindih punggung Yuni, Kepala Yuni menengok ke kanan, pipinya menempel pada bantal. Aku cium belakang telinga Yuni sambil aku gigit sedikit daun telinganya. Selangkanganku aku tempelkan ketat ke pantat Yuni dan aku diamkan seperti itu. Aku rasakan gosokan jari Yuni di klitorisnya semakin menguat dan cepat. Aku tahu Yuni sudah hampir mencapai klimaksnya. Dgn mesra aku bisikan di telinganya.
"Terus Yun ... nikmati Yun .... ndak usah tunggu aku ... jangan di tahan Yun .. nikmati saja .. semua ini untuk kamu Yun ..."
Yuni hanya menjawab dgn desahan
"Ssssshhh ... shhhhhh.... shhhhh ..."
Aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur, otomatis batang kemaluanku pun bergerak menggesek dinding liang kenikmatan Yuni. Aku tahu pertahanan Yuni sudah hampir ambrol. Dugaanku tak keliru. Beberapa detik kemudian aku rasakan tubuh Yuni menegang, jarinya yg menggosok klitorisnya sendiri pun sudah diam seperti patung. Kedua kakinya mengatup keras, aku semakin membenamkan senjataku ke tubuh Yuni dan ....
"Ben! ... Ohhhhhhhh .... shhhh .... shhhhh .. shhhhh ..."
Karet kondom yg aku gunakan menghalangi aku untuk merasakan lendir Yuni yg meleleh dalam liang kemaluannya. Aku hanya merasakan otot Yuni semakin mencengkeram penisku dan ada rasa hangat di kemaluanku. Yuni sudah mencapai orgasmenya.
Aku masih terus diam, hanya menciumi balakang leher Yuni sambil sesekali menjilat telinga Yuni. Beberapa saat kemudian otot Yuni mulai melemas. Cengkeramannya di penisku sudah tidak terasa lagi.
"Nikmat ya Yun ..... "
"He eh .... Ben .... "
Aku mulai menggerakkan pantatku lagi. Kali ini gerakanku aku atur supaya tidak terlalu cepat. Tubuh Yuni mulai bereaksi, pantatnya digoyang memutar mengimbangi gerakanku. Jari Yuni pun kembali memainkan klitorisnya. Entah berapa lama kami dalam posisi ini.
Semakin lama gerakan kami semakin cepat. Pertahananku juga sudah mulai goyah. Kami semakin giat bergerak. Aku tahu Yuni juga sudah mau mendapat kenikmatannya yg kedua. Tubuhku semakin aku rapatkan ke punggung Yuni.
"Aku sudah hampir keluar Yun ... ayo Yun ... nikmati lagi ..."
Seperti biasa Yuni hanya menjawab dgn desahan yg menggiurkan
"SSSShhhh ...... ssshhhhhh .... sssshhhhhhh ..."
Namun jawaban itu sudah cukup buatku. Aku memacu selangkanganku semakin kuat dan cepat sampai akhirnya tanggulku jebol diterjang air kenikmatanku.
"Yun ... ahhhhh .. ahhhhh .. crooooot crooooot ..."
Tubuh Yuni kembali kaku seperti tadi, tubuhnya menggigil dan tiba² diam seperti arca dgn seluruh ototnya menegang.
"SSSSSSSSSSSSSSSSHHHHHHHHHHH .... SSSSSSSSSSSHHHHHHHHHHH ...."
Akhirnya kami mencapai puncak kebahagiaan ber-sama². Aku tunggu sampai tubuh Yuni kembali melemas barulah aku cabut penisku dgn pelan dan aku berbaring di sisi Yuni. Sedetik kemudian Yuni memelukku dan menghujani ciuman di seluruh wajahku.
"Ben .... Yuni betul² puas ... belum pernah Yuni merasakan yg seperti tadi .... makasih Ben .. makasih."
Dia kembali menciumi seluruh wajahku.
"Yun ... aku juga puas banget .... lahir bathin .... makasih Yun ..."
Sejujurnya aku benar² merasakan kenikmatan lahir bathin yg masih aku kenang sampai sekarang. Sejak itu hubunganku dgn Yuni jadi agak aneh. Kami rutin melakukan kegiatan seks dan mendaki puncak kenikmatan bersama tapi kami tak pernah menjadi kekasih, tetap menjadi teman baik. Bahkan di muka umum bergandengan tangan pun kami tak pernah. Mungkinkah ini apa yg sekarang disebut sebagai TTM, teman tapi mesra? Hubungan ini kami lakukan selama lebih dari setahun sampai kami sama² selesai kuliah dan aku kembali ke kota asalku dan Yuni menjalin percintaan dgn pria lain.
Subscribe to:
Posts (Atom)